Friday, August 16, 2013

   

Sambang Kahyangan part 4, Piramid Majapahit



Piramid Majapahit
Sesampainya di sekitaran dusun Demangan desa Poh Kecik kecamatan Dlangu, kami berbelok arah ke kiri menuju ke sebuah perkampungan yang lumayan modern. Rumah-rumah di kampung tersebut sudah merupakan rumah permanen yang menunjukkan tingkat ekonomi menengah ke atas. Tak jauh dari gang masuk kampung, sekitar lima ratus meter, kami tiba di sebuah tempat yang dengan tegas di awal saya melihat bahwa gundukan batu bata tersebut membentuk sebuah Piramid tidak sempurna. 

Mengapa saya katakan tidak sempurna, karena sudah banyak bagian bangunan yang berserakan tidak teratur dan sedikit mengubah bentuk besar awal. Tapi sejauh saya memandang, bangunan tersebut masih dapat dikatakan mirip dengan bangunan piramid. Inilah yang kang Paidi katakan sebelumnya sebagai ‘Piramid Majapahit’. Waktu itu saya belum yakin, karena foto hasil jepretan kang Paidi tidak menampakkan bentuk bangunan yang utuh alias bagian-bagiannya saja. Namun setelah melihat sendiri, saya jadi yakin kalau bangunan tersebut berbentuk piramid. Luas bangunan hampir seluas antara tiga ratus hingga empat ratus meter persegi, dengan dikelilingi pagar tembok setinggi setengah meter dan di sisi utara bangunan tersebut di tanami dengan pohon jati yang sekarang kira-kira berumur lima tahun. Kamipun segera memulai penjelajahan mengarungi berbagai sisi bangunan piramid tersebut. 

Sesampainya di lokasi, saya segera mendekat dan menaiki sisi utara bangunan yang lebih tinggi. Sepertinya bangunan tersebut memiliki tiga tingkat sebagaimana yang pernah saya lihat di candi Sukuh. Tingkatan pertama adalah yang paling luas yang memiliki pelataran melingkar membentuk piramid terpotong. Di situ terdapat jajaran batu kali berbentuk persegi panjang memanjang yang menghubungkan antara tingkatan pertama dan yang kedua, atau bisa juga di sebut batu pijakan menuju tingkatan kedua yang merupakan sebentuk piramid terpotong dan lebih kecil. Di sisi utara sebelah kanan tingkatan pertama berdiri sebuah bangunan tembok yang masih terlihat utuh setinggi sekitar kurang dari dua meter. Sebagian besar bangunan piramid tersebut terdiri dari batu bata besar, kecuali pada tingkatan ketiga yang di dominasi oleh tumpukan batu kali. Di sekitaran pelataran tingkatan pertama, tepatnya menempel tembok tingkatan ke dua, berdiri beberapa pohon yang cukup besar, sepertinya akar pohon-pohon tersebut ikut menjaga bentuk asli bangunan, buktinya adalah tembok yang saya sebut tadi yang terlihat relatif lebih utuh daripada di sisi timur yang sudah kelihatan tidak berbentuk. Pada sekitaran pijakan batu, saya dan Ryan meneliti atau memperhatikan batu-batu bata besar, di mana pada bagian tengah batu bata tersebut terdapat pola seperti goresan dua jari yang membentuk- apabila masih utuh- lingkaran atau setengah lingkaran. Hal itu dapat kami temui di sebagian besar batu bata lainnya. 

Batu-batu bata tersebut terlihat lebih tebal dan lebih besar dari batu bata jaman Majapahit. Menurut analisa kang Paidi, bisa jadi bangunan yang orang lokal sebut sebagai sebuah ‘Punden’ tersebut umurnya jauh lebih tua daripada peradaban Majapahit. Hal ini terlihat pertama, dari struktur bangunan secara keseluruhan sebagai sebuah bentuk Piramid bertingkat. Kedua bahan material berupa batu bata yang ukurannya jauh lebih besar dari yang dipakai sebagai bahan bangunan masa Majapahit. Mungkin benar, mungkin juga salah, analisa kami hanya sebatas perbandingan bentuk fisik saja. Kemudian bentuk yang dikatakan sebagai ‘Punden Berundak’, apabila mengacu pada pengetahuan sejarah anak SD, adalah sebuah bentuk bangunan kuno bertingkat-tingkat mengerucut ke atas yang biasa di gunakan sebagai acara ritual pada jaman sebelum era kerajaan Hindu-Budha di Indonesia, alias Jaman Pra-sejarah. 

Sedangkan analisa saya, pada jaman dahulu, mungkin ribuan tahun silam, masyarakat Indonesia sudah memiliki bentuk kekayaan intelektual yang tinggi sehingga mampu menghasilkan bentuk arsitektur yang megah seperti piramid dan sebagainya, yang menurut peneliti jaman sekarang adalah ‘sederhana’ dan ‘kurang canggih’. Hal ini dibuktikan dengan adanya bentuk arsitektur Candi Bodobudur di Magelang, di mana para arsitekturnya menggabungkan seni arsitektur lokal dan asli Indonesia dengan seni arsitektur yang di pengaruhi oleh budaya Hindu dan Budha. Ketika kita lihat Candi Borobudur secara utuh, maka akan tampak sebentuk piramid terpotong dengan pola-pola yang sangat mengesankan. Itu adalah bukti kecanggihan nenek moyang kita. Sedangkan kasus Piramid yang berada di dusun Demangan desa Poh Kecik ini, adalah bukti peradaban kuno Jawa yang masih murni dan belum tersentuh unsur budaya Hindu-budha, yang bisa jadi pada saat jaman dipergunakannya piramid tersebut, bentuknya akan sangat jauh lebih indah dan lebih megah, di mana kita saat ini hanya mampu menikmati reruntuhannya saja yang tak terurus dengan baik.

Pada Tingkatan kedua sebelah utara, tampak dengan jelas jajaran batu kali berbentuk persegi panjang berdiri membentuk sebuah tembok yang mengelilingi tingkatan ke tiga. Dimana diatas jajaran batuan tersebut terdapat tumpukan beberapa lapis batu bata yang juga membentuk dinding tingkatan ke tiga. Terdapat juga beberapa pohon berdiri menjulang ke atas di beberapa sudut tingkatan ke dua. Di situ kang Paidi menunjukkan kepada saya sebuah temuan pecahan yang terbuat dari terakota berbentuk ukiran yang indah, seperti kumpulan bunga. Yang menurut kang Paidi itu adalah bukti peninggalan berupa alat yang bersifat keagamaan. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa bangunan tersebut pada jaman dahulu berfungsi sebagai lokasi ritual keagamaan. Hanya saja pecahan terakota tersebut mirip dengan bentuk-bentuk yang ada di situs peninggalan keagamaan era Majapahit.

Hal ini mungkin dapat dijelaskan sebagai berikut. Telah diketahui secara umum bahwa era Kerajaan Majapahit tidak banyak membangun candi-candi baru yang sifatnya berupa bangunan keagamaan. Karena pada masa itu tugas kerajaan di fokuskan untuk ekspansi wilayah dan memajukan perdagangan. Maka dari itu, bangunan-bangunan kuno yang sifatnya lebih tua dari era Majapahit masih dilestarikan oleh masyarakat sekitar, dan tetap difungsikan sebagaimana mestinya. Seperti misal Candi Brahu di Trowulan, dimana tetap di fungsikan sebagai tempat penyimpanan abu para raja. Padahal candi tersebut sudah ada sebelum jaman Majapahit. Begitu juga dengan Candi Simping atau yang lebih di kenal dengan nama Candi Penataran di Blitar. Candi tersebut di bangun pada masa Kerajaan Singosari atau Tumapel. Bahkan ada yang mengindikasikan bahwa candi tersebut di bangun jauh lebih lama sebelum kerajaan Singosari. Hal ini dibuktikan dengan adanya material pembangun candi yang berbeda di tiap bagiannya. Di mana bangunan candi selalu d renovasi atau di perbaharui oleh kerajaan berkuasa pada jaman yang berbeda, begitu juga dengan jaman Majapahit. Pada jaman Majapahit, candi Simping juga mengalami pemugaran dan penambahan bangunan dan masih di gunakan sebagai tempat ritual kaagamaan terutama untuk para Raja dan keluarga kerajaan.

Sama kasusnya dengan situs Piramid di desa Poh Kecik, yang mungkin masih dipergunakan oleh penduduk sekitar untuk upacara keagamaan pada masa Kerajaan Majapahit. Sehingga dapat ditemukan banyak sisa peninggalan berupa alat-alat upacara keagamaan di tempat tersebut.

Ketika menaiki ke tingkat terakhir atau tingkatan ke tiga, ditengah-tengah terdapat bangunan berupa tumpukan batu kali dan batu bata yang membentuk kerucut ke atas agak meruncing. Bangunan itu dapat di indikasikan sebagai puncak dari situs Piramid. Di atas bangunan puncak tersebut, kami jumpai beberapa benda yang unik. Pertama adalah sebentuk pecahan terakota yang mirip dengan ujung kendi minuman orang Jawa, kemudian ada beberapa sisa pembakaran dupa di salah satu ujung bangunan itu. Juga ada sebuah wadah dari tanah liat yang mungkin juga sebagai tempat orang menancapkan dupa. Selebihnya adalah susunan batu yang menumpuk membentuk bangunan puncak Piramid. 

Di sisi Barat tingkatan ke tiga berdiri sebuah pohon yang lumayan besar, kemungkinan berasal dari spesies pohon beringin dengan akar gantungnya yang khas. Akar pohon ini mencengkram kuat dan seolah-olah tak tergoyahkan oleh apapun disekitarnya dan mampu menjaga struktur bangunan di tingkatan ketiga.

Beranjak dari tingkatan ke tiga, kami menuruni sisi selatan dari situs Piramid tersebut. Di tingkatan pertama sisi selatan, kami menemukan banyak benda terbuat dari terakota berserakan di bawah pohon di ujung tingkat pertama. Sepertinya ada seseorang yang sengaja mengumpulkan pecahan-pecahan terakota tersebut. Bukti ketika kang Paidi menemukannya, pecahan-pecahan tersebut berada di bawah tumpukan material berupa glangsing, dan sebagiannya lagi berada di dalam sebuah kantong plastik. Kami segera menganalisa dan berusaha mengenali pecahan tersebut. Ryan dengan cerdasnya berusaha menggabungkan kembali sebuah bentuk dasar gentong yang membentuk lingkaran. Ada pula pecahan yang menyerupai ujung genteng rumah orang Jawa yang berukir melingkar. Juga bentuk terakota berukir lainnya yang tidak sanggup kami analisa lebih jauh karena ukirannya yang tidak jelas. 

Saya segera beranjak naik lagi ke atas mendekati pohon besar yang ada di tingkat tiga. Disitu kami dapati sesosok arca kecil dengan tinggi kurang lebih empatpuluh centimeter, dengan bentuk yang sudah sangat aus, sehingga sudah tidak dapat dikenali lagi bentuk tokoh arca tersebut. Akan tetapi memang masih terlihat jelas bagian muka dan kepala dari arca itu. Menurut kang Paidi, bahwa memang itu adalah sebuah arca kuno, akan tetapi baru diletakkan di lokasi itu. Kemungkinan warga sekitar menemukan arca kuno tersebut dari lokasi lain di sekitaran piramid dan meletakkannya di tempat yang lebih layak. Saya segera turun kembali menuju bagian luar situs piramid, dari luar sisi sebelah selatan, saya mendapati tumpukan batu bata yang tersusun rapi membentuk pinggiran piramid tingkat pertama, sehingga masih tampak struktur aslinya yang berbentuk kotak. Di sisi selatan tengah juga terdapat sebuah anak tangga baru yang di buat warga sekitar untuk memudahkan pengunjung menaiki piramid menuju tingkatan pertama. Puas kami menjelajahi hampir keseluruhan situs Piramid, kami segera melanjutkan perjalanan kembali.
(to be cont...)

No comments:

Post a Comment

Recent Comments