Ketan Hitam kupu-kupu
Setelah keluar ke jalan utama,
kami dapati kang Paidi dan kang Didik sudah tidak tampak, kami kira mereka
melanjutkan perjalanan naik ke atas. Ternyata kami salah, mereka sudah
perjalanan balik ke arah Mojokerto. Saya, kang Ketut, Ryan dan Dita pun segera
menyusul mereka dengan memutar arah. Tak jauh dari kami memutar arah sekitar
lima menit, kami mendapati mereka sudah stand by di pingir jalan dengan seorang
ibu penjual minuman ketan hitam. Sungguh lezat, kata saya. Tapi tidak, saya
sedang berpuasa dan pantang untuk berkeinginan mencicipi minuman tersebut. Tapi
hal yang sama tidak terjadi bagi teman-teman yang tidak berpuasa, mereka dengan
leluasa menikmati minuman ketan hitam itu. Saya dan kang Didik saja yang
berpuasa pada saat itu, the rest... NO.
Tapi tak apalah, saya tetap dapat
menikmati suasana pegunungan yang indah. Nun jauh di sana nampak perbukitan
berjejer indah berwarna kehitaman di kaki gunung Arjuno dengan kabut tebal yang
menutupi sebagiannya, seolah malu sibukit terlihat oleh mata kita. Juga
hamparan sawah terasering yang sangat memukau ditambah aliran air sungai yang
memantulkan cahaya matahari. Sungguh indah, gumam saya. Di sana sini tampak
beberapa gerombol pohon besar menambah segar pemandangan yang kami dapati.
Dan
ibu penjual minuman ketan hitampun dengan sabar meladeni kami, pembeli
terakhir. Karena kang Ketut segera memborong semua ketan hitam yang di jual si ibu.
Saya jadi teringat sebuah lagu yang biasa di mainkan teman-teman band reggae
berjudul Kopi Hitam Kupu-kupu, tapi segera saya ubah syairnya menjadi Ketan
Hitam kupu-kupu. Mengingat pemandangan yang saya dapati seorang ibu yang
menjual minuman ketan hitam, LEZAT.
(to be cont...)
(to be cont...)
No comments:
Post a Comment