Warna-Warni
Ice Cream Italia di tengah Kota
Hufh... andaikan Surabaya
berada di ketinggian 1000 meter atau lebih di atas permukaan laut. Maka suhu
yang di rasakan disini pastilah sejuk, sesejuk suhu pegunungan di kota Batu
atau Malang. Dengan pohon-pohon rindang dan hutannya yang lebat, sesekali di
selimuti kabut yang dingin menusuk tulang, pastinya asyik untuk di buat tempat
peristirahatan di kala usia senja datang. Lamunan tentang Surabaya yang sejuk
seketika buyar, lantaran kami sudah berada di areal parkir Balai Pemuda. Niat
kami waktu itu untuk melaksanakan Sholat Dhuhur, seusai sholat tampak sebuah
perpustakaan kota Surabaya berada tepat di bagian belakang Gedung Kesenian yang
masih satu kompleks dengan gedung Balai Pemuda. Tak menyia-nyiakan waktu, kami
segera mendatangi perpustakaan tersebut. Namun sayang, listrik lagi mati
sehingga kondisi dalam perpustakaan menjadi gelap dan sedikit pengap lantaran
AC juga turut padam.
Tak lama berada di dalam
perpustakaan, kami segera keluar. Saya menyarankan kepada Hanafi untuk berjalan
mengelilingi gedung Kesenian melalui jalan samping sebelah kiri agar dapat
mengambil gambar gedung tersebut dari depan. Di depan dia segera melaksanakan
aksinya untuk jeprat-jepret menggunakan kamera hp Samsungnya. Bagi saya, yang
menarik hati waktu itu adalah kedai Ice Cream bernama Zangrandi yang berada
tepat di seberang jalan gedung Kesenian. Saya teringat cerita dari buku, bahwa
Kedai Ice Cream tersebut sudah eksis sejak Jaman Belanda. Yang didirikan oleh
Suami Istri bermarga Zangrandi dari Italia. Resep Ice Cream sendiri di buat
oleh sang istri dari Roberto Zangrandi yang lebih dikenal dengan sebutan Mevrow
Zangrandi. Sudah di buka pada tahun 1930 alias jaman sebelum kemerdekaan
Indonesia. Namun pada tahun 1960, Roberto Zangrandi sekeluarga memutuskan untuk
pulang kampung ke Italia, sehingga usaha Ice Cream Zangrandi tersebut berpindah
kepemilikannya kepada pengusaha lokal bernama Adi Tanumulia. Beliau tidak
merubah bentuk bangunan maupun nama restoran Ice Cream tersebut karena mempertahankan
histori yang ada. Bahkan beliau melakukan inovasi dengan menambah varian rasa
Ice Creamnya. Kalau Surabaya tidak sesejuk yang saya inginkan, minimal Surabaya
memiliki kedai Ice Cream Zangrandi yang dapat membuat sejuk perut saya.
Keinginan untuk mengunjungi
kedai tersebut sebenarnya sudah terpendam sangat lama, tapi sayang, image harga
yang tak terjangkau membuat kalangan menengah bawah seperti saya harus berpikir
dua kali untuk datang dan mencicipi Ice Cream Klasik tersebut. Hari itu sepertinya
pemikiran kolot saya sudah hilang, lantaran merasa memiliki sisa uang yang
cukup maka saya memberanikan diri untuk mengunjungi kedai Ice Cream di seberang
jalan tersebut, bahkan saya berkelakar akan mentraktir si Hanafi apabila dia
menolak dengan alasan harga yang mahal.
Tapi sebenarnya harga Ice
Cream yang di jual tidaklah semahal yang saya kira. Rata-rata harga Ice Cream nya berkisar antara 20 hingga 36 ribu
rupiah. Karena saya mengira harganya seperti Ice Cream terkenal dari luar
negeri bernama Haagen Daaz yang bisa mencapai 40 hingga 100 ribu lebih.
Tergantung jenis dan ukuran wadah ice creamnya. Pas duduk di kursi rotan
berwarna putih berbalut merah pada sandaran tangannya, tiba-tiba seorang waiter
cowok dengan tingkah agak “kemayu” menghampiri kami dan memberikan daftar menu
ice cream yang di tawarkan. Saya segera bertanya, “yang special apa ya di
Zangrandi ini?” dan diapun menjawab “ada tutti fruti, banana split, cassata
bla,bla,bla...” jadi terfikir, kok hampir semua produk di bilang spesial yah...
Segera saya memilih Ice Cream dengan tiga rasa yang mirip seperti irisan roti
tart bernama Cassata. Dan Hanafi memilih Banana Split.
Sebelum menikmati Ice Cream
yang kami pesan tadi, seperti biasa Hanafi melakukan tugasnya dulu,
jeprat-jepret si Ice Cream yang sudah tak sabar untuk di jilatin lidah saya. Slruup...
hm... enaknya Cassata tiga warna milik saya, dari tiga layer yang ada saya
merasakan adanya Strowberry Flavour pada layer paling atas dengan irisan buah
cerry nya yang krenyes-krenyes dan pinggiran butiran kacang yang lembut
menambah gurihnya citarasa Ice Cream Klasik itu. Lalu layer kedua berwarna
kuning seperti durian, namun sepertinya itu rasa vanila, ah bukan, tidak
seperti vanila menurut saya. Aneh tapi enak... Terakhir pastilah semua tahu,
kalau ice cream berwarna coklat pastilah rasanya tidak jauh dari rasa coklat. Sedangkan Banana Boat milik Hanafi, maksud saya Ice Cream Banana Split milik Hanafi juga
bertiga rasanya, tidak beda jauh, ada coklat, vanila dan strowberry di tambah
ice cream warna kekuningan pada tumpukan atas dengan irisan separuh buah cerry
di atasnya. Pada kedua sisi tumpukan ice cream tersebut ada sebuah pisang yang
di belah menjadi 2 dan di lumuri lelehan coklat berbentuk zig-zag pada keseluruhan
permukaan Banana Split tersebut. Tak lupa sang pembuat Ice Cream menusukkan
astor di salah satu ujung ice cream. Ketika saya mencicipi Banana Splitnya si
Hanafi, sensasi harmonisasi antara buah dan ice cream yang lembut membikin
kelenjar air liur saya tak habis-habisnya berproduksi. Hal ini menandakan bahwa
rasa Ice Cream tersebut cocok di lidah saya, lidah wong ndeso.
Suasana di dalam pelataran
kedai Ice Cream Zangrandi waktu itu lumayan ramai, manusia Indonesia dari
berbagai etnis tumplek blek di situ. Tapi memang etnis Tiong Hoa dan etnis Jawa
penghuni Surabaya lah yang mendominasi kedai pada hari minggu itu. Ini
membuktikan bahwa kedai Ice Cream Zangrandi mampu menyatukan berbagai etnis di
Indonesia, dengan citarasa khas dan harga yang masih terjangkau, Ice Cream
Klasik Italia tersebut mampu meluluhkan hati dan lidah rakyat Indonesia dari
berbagai kaum hingga terwujud sebuah rasa persatuan yang kuat. Terlelap dengan
kelembutan Ice Cream kami, tak sadar sudah sejam lebih kami nongkrong di kedai
ini. Tapi tak apa, berhubung cuaca kota Surabaya saat ini yang begitu panasnya,
sepotong Ice Cream cukuplah mendinginkan suhu tubuh kami hingga rasa nyaman itu
kembali.
Habislah apa yang ada di depan
kami sekarang, hanya rasa-rasa khas masih menempel di langit-langit mulut kami
dan masih terasa segar. Segera kami beranjak dari tempat duduk setelah bill
seharga 60 ribu rupiah kami bayarkan ke mas-mas yang kemayu tadi. Kami pun
segera meninggalkan tempat ini dengan kesan yang lumayan dalam. Maklum, hari
itu menjadi hari bersejarah buat saya karena telah mencicipi Ice Cream yang
tadinya terkesan mahal, walaupun tidak terbukti pada akhirnya. Kami kembali
menyeberang menuju Gedung Balai Pemuda dan mampir di galeri Batik yang sedang
di pamerkan di salah satu sudut gedung tersebut. Ternyata teman-teman dari Seni
rupa STKW lah yang sedang memamerkan hasil karyanya dalam seni Batik dengan
gambar modern kontemporer.
[...fin...]
Article by: Fritz C. Vila
Photos by: Hanafi
wah sepertinya Lezzaaaat beud...
ReplyDeletejadi pengen kesana nih :)
Oke mas ekopewe, silahkan mampir di Waroeng Seni, eh maksud saya di Zangrandi...
ReplyDelete