Friday, September 27, 2013

   

Kedai Ice Cream Klasik Zangrandi



Warna-Warni Ice Cream Italia di tengah Kota

Hufh... andaikan Surabaya berada di ketinggian 1000 meter atau lebih di atas permukaan laut. Maka suhu yang di rasakan disini pastilah sejuk, sesejuk suhu pegunungan di kota Batu atau Malang. Dengan pohon-pohon rindang dan hutannya yang lebat, sesekali di selimuti kabut yang dingin menusuk tulang, pastinya asyik untuk di buat tempat peristirahatan di kala usia senja datang. Lamunan tentang Surabaya yang sejuk seketika buyar, lantaran kami sudah berada di areal parkir Balai Pemuda. Niat kami waktu itu untuk melaksanakan Sholat Dhuhur, seusai sholat tampak sebuah perpustakaan kota Surabaya berada tepat di bagian belakang Gedung Kesenian yang masih satu kompleks dengan gedung Balai Pemuda. Tak menyia-nyiakan waktu, kami segera mendatangi perpustakaan tersebut. Namun sayang, listrik lagi mati sehingga kondisi dalam perpustakaan menjadi gelap dan sedikit pengap lantaran AC juga turut padam.

Tak lama berada di dalam perpustakaan, kami segera keluar. Saya menyarankan kepada Hanafi untuk berjalan mengelilingi gedung Kesenian melalui jalan samping sebelah kiri agar dapat mengambil gambar gedung tersebut dari depan. Di depan dia segera melaksanakan aksinya untuk jeprat-jepret menggunakan kamera hp Samsungnya. Bagi saya, yang menarik hati waktu itu adalah kedai Ice Cream bernama Zangrandi yang berada tepat di seberang jalan gedung Kesenian. Saya teringat cerita dari buku, bahwa Kedai Ice Cream tersebut sudah eksis sejak Jaman Belanda. Yang didirikan oleh Suami Istri bermarga Zangrandi dari Italia. Resep Ice Cream sendiri di buat oleh sang istri dari Roberto Zangrandi yang lebih dikenal dengan sebutan Mevrow Zangrandi. Sudah di buka pada tahun 1930 alias jaman sebelum kemerdekaan Indonesia. Namun pada tahun 1960, Roberto Zangrandi sekeluarga memutuskan untuk pulang kampung ke Italia, sehingga usaha Ice Cream Zangrandi tersebut berpindah kepemilikannya kepada pengusaha lokal bernama Adi Tanumulia. Beliau tidak merubah bentuk bangunan maupun nama restoran Ice Cream tersebut karena mempertahankan histori yang ada. Bahkan beliau melakukan inovasi dengan menambah varian rasa Ice Creamnya. Kalau Surabaya tidak sesejuk yang saya inginkan, minimal Surabaya memiliki kedai Ice Cream Zangrandi yang dapat membuat sejuk perut saya.

Keinginan untuk mengunjungi kedai tersebut sebenarnya sudah terpendam sangat lama, tapi sayang, image harga yang tak terjangkau membuat kalangan menengah bawah seperti saya harus berpikir dua kali untuk datang dan mencicipi Ice Cream Klasik tersebut. Hari itu sepertinya pemikiran kolot saya sudah hilang, lantaran merasa memiliki sisa uang yang cukup maka saya memberanikan diri untuk mengunjungi kedai Ice Cream di seberang jalan tersebut, bahkan saya berkelakar akan mentraktir si Hanafi apabila dia menolak dengan alasan harga yang mahal.

Tapi sebenarnya harga Ice Cream yang di jual tidaklah semahal yang saya kira. Rata-rata harga Ice  Cream nya berkisar antara 20 hingga 36 ribu rupiah. Karena saya mengira harganya seperti Ice Cream terkenal dari luar negeri bernama Haagen Daaz yang bisa mencapai 40 hingga 100 ribu lebih. Tergantung jenis dan ukuran wadah ice creamnya. Pas duduk di kursi rotan berwarna putih berbalut merah pada sandaran tangannya, tiba-tiba seorang waiter cowok dengan tingkah agak “kemayu” menghampiri kami dan memberikan daftar menu ice cream yang di tawarkan. Saya segera bertanya, “yang special apa ya di Zangrandi ini?” dan diapun menjawab “ada tutti fruti, banana split, cassata bla,bla,bla...” jadi terfikir, kok hampir semua produk di bilang spesial yah... Segera saya memilih Ice Cream dengan tiga rasa yang mirip seperti irisan roti tart bernama Cassata. Dan Hanafi memilih Banana Split.

Sebelum menikmati Ice Cream yang kami pesan tadi, seperti biasa Hanafi melakukan tugasnya dulu, jeprat-jepret si Ice Cream yang sudah tak sabar untuk di jilatin lidah saya. Slruup... hm... enaknya Cassata tiga warna milik saya, dari tiga layer yang ada saya merasakan adanya Strowberry Flavour pada layer paling atas dengan irisan buah cerry nya yang krenyes-krenyes dan pinggiran butiran kacang yang lembut menambah gurihnya citarasa Ice Cream Klasik itu. Lalu layer kedua berwarna kuning seperti durian, namun sepertinya itu rasa vanila, ah bukan, tidak seperti vanila menurut saya. Aneh tapi enak... Terakhir pastilah semua tahu, kalau ice cream berwarna coklat pastilah rasanya tidak jauh dari rasa coklat. Sedangkan Banana Boat milik Hanafi, maksud saya Ice Cream Banana Split milik Hanafi juga bertiga rasanya, tidak beda jauh, ada coklat, vanila dan strowberry di tambah ice cream warna kekuningan pada tumpukan atas dengan irisan separuh buah cerry di atasnya. Pada kedua sisi tumpukan ice cream tersebut ada sebuah pisang yang di belah menjadi 2 dan di lumuri lelehan coklat berbentuk zig-zag pada keseluruhan permukaan Banana Split tersebut. Tak lupa sang pembuat Ice Cream menusukkan astor di salah satu ujung ice cream. Ketika saya mencicipi Banana Splitnya si Hanafi, sensasi harmonisasi antara buah dan ice cream yang lembut membikin kelenjar air liur saya tak habis-habisnya berproduksi. Hal ini menandakan bahwa rasa Ice Cream tersebut cocok di lidah saya, lidah wong ndeso.

Suasana di dalam pelataran kedai Ice Cream Zangrandi waktu itu lumayan ramai, manusia Indonesia dari berbagai etnis tumplek blek di situ. Tapi memang etnis Tiong Hoa dan etnis Jawa penghuni Surabaya lah yang mendominasi kedai pada hari minggu itu. Ini membuktikan bahwa kedai Ice Cream Zangrandi mampu menyatukan berbagai etnis di Indonesia, dengan citarasa khas dan harga yang masih terjangkau, Ice Cream Klasik Italia tersebut mampu meluluhkan hati dan lidah rakyat Indonesia dari berbagai kaum hingga terwujud sebuah rasa persatuan yang kuat. Terlelap dengan kelembutan Ice Cream kami, tak sadar sudah sejam lebih kami nongkrong di kedai ini. Tapi tak apa, berhubung cuaca kota Surabaya saat ini yang begitu panasnya, sepotong Ice Cream cukuplah mendinginkan suhu tubuh kami hingga rasa nyaman itu kembali.

Habislah apa yang ada di depan kami sekarang, hanya rasa-rasa khas masih menempel di langit-langit mulut kami dan masih terasa segar. Segera kami beranjak dari tempat duduk setelah bill seharga 60 ribu rupiah kami bayarkan ke mas-mas yang kemayu tadi. Kami pun segera meninggalkan tempat ini dengan kesan yang lumayan dalam. Maklum, hari itu menjadi hari bersejarah buat saya karena telah mencicipi Ice Cream yang tadinya terkesan mahal, walaupun tidak terbukti pada akhirnya. Kami kembali menyeberang menuju Gedung Balai Pemuda dan mampir di galeri Batik yang sedang di pamerkan di salah satu sudut gedung tersebut. Ternyata teman-teman dari Seni rupa STKW lah yang sedang memamerkan hasil karyanya dalam seni Batik dengan gambar modern kontemporer.

[...fin...]

Article by: Fritz C. Vila
Photos by: Hanafi


2 comments:

  1. wah sepertinya Lezzaaaat beud...
    jadi pengen kesana nih :)

    ReplyDelete
  2. Oke mas ekopewe, silahkan mampir di Waroeng Seni, eh maksud saya di Zangrandi...

    ReplyDelete

Recent Comments