Di Abab-in
Setan di Museum Kesehatan
Hari itu hari rabu 25
September 2013, selesai dengan tugas mencari kerja di Bursa Kerja ITS. Saya
langsung bertemu Hans (tadinya si Hanafi namanya) untuk melanjutkan misi kami
melakukan observasi obyek-obyek wisata di Surabaya. Kali ini target kami adalah
Museum Kesehatan yang berlokasi di Jl Indrapura. Museum tersebut lebih di kenal
oleh masyarakat Surabaya sebagai Museum Santet daripada Museum Kesehatan. Betapa
tidak, di museum tersebut terdisplay barang-barang yang berkaitan dengan santet
- menyantet dan supranatural alias atribut para dukun. Dan keangkerannya sudah
tidak dapat di sangsikan lagi.
Di sini pernah juga di jadikan
lokasi Uji Nyali dalam tayangan Dunia Lain, sayang, waktu itu saya sudah tidak
berminat melihat tayangan televisi yang begitu-begituan. Sebenarnya museum itu
banyak mendisplay tentang alat-alat kesehatan dari masa lalu. Juga beberapa gambar-gambar
tentang penanganan medis dari berbagai peradaban di masa lalu, mulai dari
peradaban Mesir kuno, Mesopotamia, Orang-orang Indian di Amerika, juga bangsa
Eropa di masa renaissance. Tapi memang, di salah satu bangunan museum yang
bertema Kesehatan Budaya, di tampilkan berbagai barang-barang yang berkaitan
tentang Perdukunan dan Santet. Di situ ada foto-foto tentang proses menyantet
dengan ayam sebagai medium obyek santet. Kemudian ada dalam lemari kaca
berbagai kain dengan tulisan arab, yang biasa di sebut masyarakat dengan
sebutan Rajah. Ada Kursi kayu tua dan alas tidur seorang yang memiliki
kelainan. Patung Jelangkung dan Ninik Towok, sebuah permainan ritual
pemanggilan arwah untuk di tanyai berbagai hal. Boneka bayi dalam kurungan ayam
dan berbagai hal lain yang menyeramkan menurut masyarakat Jawa.
Untuk memasuki bangunan museum
kita di wajibkan membayar karcis seharga 1.500 rupiah. Murah sekali memang,
namun jangan harap anda akan mendapatkan fasilitas berupa seorang guide untuk
menemani masuk kedalam museum. Begitu juga yang terjadi pada saya dan Hans.
Kondisi di dalam museum sungguh sangat sepi, layaknya sebuah rumah besar tak
berpenghuni. Di ruangan pertama, tampak kosong, tak banyak barang yang di
display, hanya ada patung Ganesha di tengah-tengah dan beberapa album foto
perjalanan para menteri kesehatan Indonesia di masa lalu. Juga gambar dari Dr. Adhiyatma,
seorang menteri kesehatan pada masa silam yang namanya sekarang di jadikan nama
museum tersebut, yaitu Museum Kesehatan Dr. Adhiyatma. Kemudian tampak
foto-foto para menteri kesehatan Indonesia mulai jaman tahun 1950 an hingga
sekarang di lorong sebelah kanan menuju ruangan kedua. Tidak banyak barang yang
di jumpai di ruangan kedua ini, hanya alat-alat kuno.
Nah... di ruangan ke tiga
inilah sepertinya ruang display utama museum. Ruangan ini terasa lebih besar di
banding ruangan-ruangan lain museum. Di sini dapat kita jumpai berbagai macam
benda-benda kuno baik yang berhubungan dengan kesehatan maupun benda elektronik
kuno lainnya. Disini kita dapat melihat sepeda kuno, sepeda motor kuno, bahkan
berbagai peralatan elektronik di bidang IT yang kuno juga. Yang menarik
perhatian saya adalah sebuah laptop kuno berbentuk kotak besar dari IBM,
perusahaan IT ternama. Mengingatkan saya pada masa kuliah tentang perkembangan
komputer di dunia di mana IBM lah yang pertama-tama memperkenalkan produk
berupa Komputer Jinjing atau laptop ini. Saya sempat berkeliling beberapa kali
berjalan dari sudut ke sudut di ruangan ke tiga ini. Hans sedang sibuk
jeprat-jepret berbagai obyek di sana, hingga saya pada posisi di sudut menuju
ruangan berikutnya yang melalui lorong pendek belok kiri. Hans juga berada di
sudut sebaliknya berdekatan dengan ruang ke dua tadi alias jarak kami waktu itu
cukup jauh.
Ketika saya hendak melangkah
ke lorong itulah tiba-tiba terdengar suara seperti orang “abab” alias
mengeluarkan udara dari mulut, “KHAAH” kira-kira begitu terdengarnya, kencang
sekali suara itu terdengar seolah-olah ada orang di belakang saya. Seketika
saya menoleh ke arah Hans, dan diapun melakukan hal yang sama dan kami saling
berpandangan sejenak dari jarak yang cukup jauh.
“Bro, itu tadi suara apa??
Kamu ta barusan...” tanya saya spontan.
“Bukan aku mas, aku juga
denger kok, suaranya kayak dari belakang sampeyan tadi...” jawab Hans.
“WHAT!...” saya kaget
mendengar jawaban si Hans, segeralah saya mendekat ke arah dia.
Merinding sih tidak, hanya
saja banyak pertanyaan yang mengisi otak saya saat itu. Apakah itu suara orang
di ruang sebelah yang sedang tidur lalu mendengkur?, ataukah suara dari AC yang
rusak, atau alat-alat yang terdisplay yang tiba-tiba jatuh dan menggesek alat
lain?? Otak saya berusaha untuk menjelaskan kejadian barusan secara logika, tapi
gagal.
“Bang mending kita keluar aja
deh bang, tanya orang itu tadi suara apa...” pinta Hans.
“em... kita lanjut aja deh,
dan gak usah bahas tentang yang barusan, di bahasnya nanti aja pas dah di luar.
Tapi kamu yakin ya bukan kamu tadi yang bunyi??” jawab saya.
“Sumpah bukan aku bang, orang
aku sendiri juga denger kenceng kok” kata Hans.
“Yoweslah kita keluar sebentar
trus tanya bapak-bapak yang ada di luar” ajak saya menyetujui usul si Hans.
Sesampainya di luar, segera
kami menanyakan hal tersebut kepada bapak penjaga museum yang ada di luar. Saya
tanya “Pak di dalam apa ada orang?”
“Ada mas mungkin” jawab
bapaknya.
“Ada si anu, dia lagi tidur
mungkin” timpal bapak yang satu lagi.
“Owh... dia tadi keluar saya
lupa, ada apa ya mas?” tambahnya
“Nah lho, itu tadi suara siapa
lantas” tanya saya ke Hans.
“Begini pak, pas kita di dalam
tadi tiba-tiba ada suara seperti orang abab, kenceng banget” jelas saya ke
bapak-bapak penjaga.
“Biasa itu mas di sini,
mungkin itu suara dari makhluk dunia lain yang ada di dalam museum” jawab
bapaknya.
Aduh, penjelasan si bapak
penjaga benar-benar tidak membuat hati tenang. Sayapun meminta si bapaknya
untuk mengantar kami menelusuri museum. Rugi kalau gak menyelesaikan tour kali
ini. Untungnya si bapak mau dan mengantar kami melihat-lihat ke dalam museum
hingga keluar dari pintu sebelah, dan alhamdulillah tanpa ada bisikan-bisikan
aneh lagi. Sebelum keluar melalui pintu samping, ada sebuah ruangan kecil
seukuran kira-kira 2x2 meter, mungkin lebih berupa bangunan yang sedikit
menjorok keluar dengan beberapa jendela di sisinya. Di tembok ruang itu
terpasang gambar-gambar penampakan makhluk halus yang terekam kamera. Ada
penampakan berupa telapak tangan besar berkuku panjang dan lancip di sebuah
museum di Turki. Kemudian ada juga penampakan-penampakan makhluk halus yang ada
di pantai selatan.
Sesampainya di luar saya
ditunjukin gambar-gambar foto lama tentang penyakit kelamin dan penderita
kusta. Seram melihatnya, si penderita kusta ada yang tangannya hilang atau
bagian tubuh lain rusak. Juga kulitnya yang menyerupai kulit kayu kering.
Kemudian ada gambar kemaluan orang-orang yang menderita penyakit siphilis,
aduh... yang ini pasti bikin orang tidak bisa tidur, sungguh mengerikan dan...
sudahlah saya tidak mau bahas lagi.
Saya dan Hans beranjak ke
Bangsal berikutnya di bagian 3 gedung museum bertajuk Kesehatan Budaya.
Disinilah yang banyak orang bilang sebagai museum santet dan berisi berbagai
macam barang seperti yang sudah saya sampaikan di atas. Dalam ruangan museum
ini tidak kalah seram di banding yang tadi, mungkin melihatnya terasa lebih
menyeramkan daripada bagian 2 tadi. Ketika kami masuk, sangat terasa aura dunia
lain di dalam (atau mungkin hanya perasaan saya saja?), tiba-tiba tubuh saya
lemes dan terasa pening di kepala. Segera saya melafadzhkan kalimat-kalimat
thoyibah (berdzikir ala islam) dan sholawat hingga hati terasa tenang kembali
dan energi yang tadi terkuras kembali lagi. Saya perhatikan benda-benda
satu-persatu, dan membaca beberapa tulisan yang terpampang di sana. Ada kain
rajah, ada batu-batuan akik, kemudian alat-alat untuk menyantet, patung
jelangkung dan masih banyak lagi. Peralatan ritual supranatural dari berbagai
daerah di Indonesia lengkap terdisplay di sini. Dan untungnya gangguan dari makhluk
dunia lain seperti yang saya rasakan sebelumnya tidak terjadi di sini. Hanya
auranya saja terasa sangat kuat.
Selesai menjelajahi ruang
Kesehatan Budaya, segera saya beranjak meninggalkan Museum Kesehatan Dr.
Adhiyatma di Jl Indrapura tersebut, maklum waktunya makan siang. Dan eh...
ternyata di pinggir jalan depan Museum ada orang jual Lontong Kupang kesukaan
si Hans dan tentunya ada Es Kelapa Muda kesukaan saya juga. Slruup... enaak...
[...fin...]
Article by: Fritz C. Vila
Photos by: Hans
No comments:
Post a Comment