Monday, September 30, 2013

   

Museum Kesehatan Dr. Adiyatma



Di Abab-in Setan di Museum Kesehatan

Hari itu hari rabu 25 September 2013, selesai dengan tugas mencari kerja di Bursa Kerja ITS. Saya langsung bertemu Hans (tadinya si Hanafi namanya) untuk melanjutkan misi kami melakukan observasi obyek-obyek wisata di Surabaya. Kali ini target kami adalah Museum Kesehatan yang berlokasi di Jl Indrapura. Museum tersebut lebih di kenal oleh masyarakat Surabaya sebagai Museum Santet daripada Museum Kesehatan. Betapa tidak, di museum tersebut terdisplay barang-barang yang berkaitan dengan santet - menyantet dan supranatural alias atribut para dukun. Dan keangkerannya sudah tidak dapat di sangsikan lagi.

Di sini pernah juga di jadikan lokasi Uji Nyali dalam tayangan Dunia Lain, sayang, waktu itu saya sudah tidak berminat melihat tayangan televisi yang begitu-begituan. Sebenarnya museum itu banyak mendisplay tentang alat-alat kesehatan dari masa lalu. Juga beberapa gambar-gambar tentang penanganan medis dari berbagai peradaban di masa lalu, mulai dari peradaban Mesir kuno, Mesopotamia, Orang-orang Indian di Amerika, juga bangsa Eropa di masa renaissance. Tapi memang, di salah satu bangunan museum yang bertema Kesehatan Budaya, di tampilkan berbagai barang-barang yang berkaitan tentang Perdukunan dan Santet. Di situ ada foto-foto tentang proses menyantet dengan ayam sebagai medium obyek santet. Kemudian ada dalam lemari kaca berbagai kain dengan tulisan arab, yang biasa di sebut masyarakat dengan sebutan Rajah. Ada Kursi kayu tua dan alas tidur seorang yang memiliki kelainan. Patung Jelangkung dan Ninik Towok, sebuah permainan ritual pemanggilan arwah untuk di tanyai berbagai hal. Boneka bayi dalam kurungan ayam dan berbagai hal lain yang menyeramkan menurut masyarakat Jawa.

Untuk memasuki bangunan museum kita di wajibkan membayar karcis seharga 1.500 rupiah. Murah sekali memang, namun jangan harap anda akan mendapatkan fasilitas berupa seorang guide untuk menemani masuk kedalam museum. Begitu juga yang terjadi pada saya dan Hans. Kondisi di dalam museum sungguh sangat sepi, layaknya sebuah rumah besar tak berpenghuni. Di ruangan pertama, tampak kosong, tak banyak barang yang di display, hanya ada patung Ganesha di tengah-tengah dan beberapa album foto perjalanan para menteri kesehatan Indonesia di masa lalu. Juga gambar dari Dr. Adhiyatma, seorang menteri kesehatan pada masa silam yang namanya sekarang di jadikan nama museum tersebut, yaitu Museum Kesehatan Dr. Adhiyatma. Kemudian tampak foto-foto para menteri kesehatan Indonesia mulai jaman tahun 1950 an hingga sekarang di lorong sebelah kanan menuju ruangan kedua. Tidak banyak barang yang di jumpai di ruangan kedua ini, hanya alat-alat kuno.

Nah... di ruangan ke tiga inilah sepertinya ruang display utama museum. Ruangan ini terasa lebih besar di banding ruangan-ruangan lain museum. Di sini dapat kita jumpai berbagai macam benda-benda kuno baik yang berhubungan dengan kesehatan maupun benda elektronik kuno lainnya. Disini kita dapat melihat sepeda kuno, sepeda motor kuno, bahkan berbagai peralatan elektronik di bidang IT yang kuno juga. Yang menarik perhatian saya adalah sebuah laptop kuno berbentuk kotak besar dari IBM, perusahaan IT ternama. Mengingatkan saya pada masa kuliah tentang perkembangan komputer di dunia di mana IBM lah yang pertama-tama memperkenalkan produk berupa Komputer Jinjing atau laptop ini. Saya sempat berkeliling beberapa kali berjalan dari sudut ke sudut di ruangan ke tiga ini. Hans sedang sibuk jeprat-jepret berbagai obyek di sana, hingga saya pada posisi di sudut menuju ruangan berikutnya yang melalui lorong pendek belok kiri. Hans juga berada di sudut sebaliknya berdekatan dengan ruang ke dua tadi alias jarak kami waktu itu cukup jauh.

Ketika saya hendak melangkah ke lorong itulah tiba-tiba terdengar suara seperti orang “abab” alias mengeluarkan udara dari mulut, “KHAAH” kira-kira begitu terdengarnya, kencang sekali suara itu terdengar seolah-olah ada orang di belakang saya. Seketika saya menoleh ke arah Hans, dan diapun melakukan hal yang sama dan kami saling berpandangan sejenak dari jarak yang cukup jauh.
“Bro, itu tadi suara apa?? Kamu ta barusan...” tanya saya spontan.
“Bukan aku mas, aku juga denger kok, suaranya kayak dari belakang sampeyan tadi...” jawab Hans.
“WHAT!...” saya kaget mendengar jawaban si Hans, segeralah saya mendekat ke arah dia.
Merinding sih tidak, hanya saja banyak pertanyaan yang mengisi otak saya saat itu. Apakah itu suara orang di ruang sebelah yang sedang tidur lalu mendengkur?, ataukah suara dari AC yang rusak, atau alat-alat yang terdisplay yang tiba-tiba jatuh dan menggesek alat lain?? Otak saya berusaha untuk menjelaskan kejadian barusan secara logika, tapi gagal.

“Bang mending kita keluar aja deh bang, tanya orang itu tadi suara apa...” pinta Hans.
“em... kita lanjut aja deh, dan gak usah bahas tentang yang barusan, di bahasnya nanti aja pas dah di luar. Tapi kamu yakin ya bukan kamu tadi yang bunyi??” jawab saya.
“Sumpah bukan aku bang, orang aku sendiri juga denger kenceng kok” kata Hans.
“Yoweslah kita keluar sebentar trus tanya bapak-bapak yang ada di luar” ajak saya menyetujui usul si Hans.

Sesampainya di luar, segera kami menanyakan hal tersebut kepada bapak penjaga museum yang ada di luar. Saya tanya “Pak di dalam apa ada orang?”
“Ada mas mungkin” jawab bapaknya.
“Ada si anu, dia lagi tidur mungkin” timpal bapak yang satu lagi.
“Owh... dia tadi keluar saya lupa, ada apa ya mas?” tambahnya
“Nah lho, itu tadi suara siapa lantas” tanya saya ke Hans.
“Begini pak, pas kita di dalam tadi tiba-tiba ada suara seperti orang abab, kenceng banget” jelas saya ke bapak-bapak penjaga.
“Biasa itu mas di sini, mungkin itu suara dari makhluk dunia lain yang ada di dalam museum” jawab bapaknya.

Aduh, penjelasan si bapak penjaga benar-benar tidak membuat hati tenang. Sayapun meminta si bapaknya untuk mengantar kami menelusuri museum. Rugi kalau gak menyelesaikan tour kali ini. Untungnya si bapak mau dan mengantar kami melihat-lihat ke dalam museum hingga keluar dari pintu sebelah, dan alhamdulillah tanpa ada bisikan-bisikan aneh lagi. Sebelum keluar melalui pintu samping, ada sebuah ruangan kecil seukuran kira-kira 2x2 meter, mungkin lebih berupa bangunan yang sedikit menjorok keluar dengan beberapa jendela di sisinya. Di tembok ruang itu terpasang gambar-gambar penampakan makhluk halus yang terekam kamera. Ada penampakan berupa telapak tangan besar berkuku panjang dan lancip di sebuah museum di Turki. Kemudian ada juga penampakan-penampakan makhluk halus yang ada di pantai selatan.

Sesampainya di luar saya ditunjukin gambar-gambar foto lama tentang penyakit kelamin dan penderita kusta. Seram melihatnya, si penderita kusta ada yang tangannya hilang atau bagian tubuh lain rusak. Juga kulitnya yang menyerupai kulit kayu kering. Kemudian ada gambar kemaluan orang-orang yang menderita penyakit siphilis, aduh... yang ini pasti bikin orang tidak bisa tidur, sungguh mengerikan dan... sudahlah saya tidak mau bahas lagi.

Saya dan Hans beranjak ke Bangsal berikutnya di bagian 3 gedung museum bertajuk Kesehatan Budaya. Disinilah yang banyak orang bilang sebagai museum santet dan berisi berbagai macam barang seperti yang sudah saya sampaikan di atas. Dalam ruangan museum ini tidak kalah seram di banding yang tadi, mungkin melihatnya terasa lebih menyeramkan daripada bagian 2 tadi. Ketika kami masuk, sangat terasa aura dunia lain di dalam (atau mungkin hanya perasaan saya saja?), tiba-tiba tubuh saya lemes dan terasa pening di kepala. Segera saya melafadzhkan kalimat-kalimat thoyibah (berdzikir ala islam) dan sholawat hingga hati terasa tenang kembali dan energi yang tadi terkuras kembali lagi. Saya perhatikan benda-benda satu-persatu, dan membaca beberapa tulisan yang terpampang di sana. Ada kain rajah, ada batu-batuan akik, kemudian alat-alat untuk menyantet, patung jelangkung dan masih banyak lagi. Peralatan ritual supranatural dari berbagai daerah di Indonesia lengkap terdisplay di sini. Dan untungnya gangguan dari makhluk dunia lain seperti yang saya rasakan sebelumnya tidak terjadi di sini. Hanya auranya saja terasa sangat kuat.

Selesai menjelajahi ruang Kesehatan Budaya, segera saya beranjak meninggalkan Museum Kesehatan Dr. Adhiyatma di Jl Indrapura tersebut, maklum waktunya makan siang. Dan eh... ternyata di pinggir jalan depan Museum ada orang jual Lontong Kupang kesukaan si Hans dan tentunya ada Es Kelapa Muda kesukaan saya juga. Slruup... enaak...

[...fin...]

Article by: Fritz C. Vila
Photos by: Hans
















No comments:

Post a Comment

Recent Comments