Pesona Makam
Tua Peneleh
Selepas berpetualang di dunia
lain Museum Kesehatan, kami segera menuju Makam Belanda Peneleh, sebuah
pemakaman tua yang terletak di daerah Peneleh. Ketidaksengajaan yang di
sengaja, disengaja karena hari itu kedua tempat tersebut sudah terdaftar dalam
list kunjungan, tidak di sengaja ternyata tema kedua tempat tersebut
mirip-mirip, yaitu berbau dunia lain.
Sebenarnya sudah lama saya
mendengar tentang Makam Belanda di Peneleh tersebut. Katanya makam – makam di
sana mirip bangunan makam yang ada di Eropa. Ada patung-patung “angel”nya,
bangunan besar-besar dengan bentuk Eropa dan masih banyak lagi hal-hal yang
tidak ditemukan pada pemakanam orang Jawa pada umumnya. Jadi penasaran, kuburan
orang Eropa seperti apa sih kok bisa begitu terkenal.
Dari informasi di internet,
ternyata Makam Belanda Peneleh adalah makam modern tertua di dunia. Di website www.sparklingsurabaya.info
di sebutkan bahwa makam dengan nama resmi De Begraafplaats Peneleh Soerabaja
alias Pemakaman Peneleh Surabaya di bangun pada tahun 1814. Sedangkan makam
modern di negara-negara lain di bangun sesudahnya seperti;
·
Fort Cannin Park di Singapura (1926)
·
Gore Hill Cemetery di Sidney (1868)
·
Mount Auburn Cemetery di Cambridge (1831) yang
di klaim sebagai makam modern tertua.
·
Arlington National Cemetery di Washington DC
(1864).
Betapa Surabaya memilik aset
seperti makam tua Peneleh tersebut sangat layak untuk diperkenalkan di penjuru
dunia. Sejak tahun 1955, kembali menurut info di internet, makam tua Peneleh
mulai terbengkalai hingga sekarang dan kondisinya sudah rusak parah.
Saya berusaha mengingat-ingat
di mana kira-kira letak makam tersebut berada ketika kami menuju ke lokasi.
Saya ingat betul bahwa saya pernah melawati areal pemakaman itu, kali ini hanya
perlu mengakses memori saya ke sana menggunakan alam bawah sadar. Si Hans yang
sedari tadi membonceng saya hanya mengikut saja ketika saya memberi arah kemana
harus pergi. Yang dia tidak tau adalah bahwa saya sedang menggunakan alam bawah
sadar untuk menemukan lokasi pemakaman Peneleh tersebut. Ketika belok kanan di
Jl.Peneleh selepas jembatan, kami jalan lurus hingga menemukan pertigaan dan
diharuskan untuk berbelok ke kiri, itupun berdasar petunjuk alam bawah sadar saya.
Tepat di ujung jalan, kita akan menemui pintu gerbang pemakaman tersebut yang
sedikit tersembunyi.
Seorang bapak tua, yang saya
kira orang Tiong Hoa, sedang berbaring di sebuah pelataran bangunan dekat pintu
gerbang. Dengan sigap dia bangun dan membukakan pintu gerbang besi di depan
kami. Sesampainya di dalam dia segera memberi tanda dengan jari-jarinya yang
bermaksud meminta uang masuk kepada kami. Nah, pas saya tanya berapa dia bilang
dengan sedikit berbisik “Ya... Sam Pek Jing”
“Waduh, kok dia jawabnya pake
bahasa chinese gitu ya” pikir saya.
“Berapa pak?” kembali saya
tanya
“Sam Pek Jing” dia jawab lagi
Saya segera memunculkan mimik
muka bingung dan meminta dia untuk mengulang kembali.
Akhirnya dia bilang lebih
kenceng “Terserah sampean”
Oalah, ternyata dari tadi dia
bilang itu, hanya karena nada bicaranya yang lirih sehingga saya mengira dia
sedang berbicara dengan bahasa mandarin, lantaran melihat muka saya yang mirip
China ini. Sering memang, orang-orang Tiong Hoa berbicara kepada saya dengan
pede-nya pake bahasa mandarin. Dikiranya saya masih sebangsa sama mereka,
hingga akhirnya selalu saya bilang kalau saya tidak mengerti apa yang mereka
katakan.
Di dalam areal Makam Peneleh
suasananya benar-benar rindang, hanya sedikit sinar matahari menembus hingga ke
tanah pas saya masuk, kecuali di bagian makam sebelah kanan agak ke belakang.
Segera kami menjelajahi Pemakaman Belanda tersebut dari berbagai sudut, dan
misi saya yang pertama adalah menemukan patung-patung “angel” yang ada di situ.
Beberapa meter saya berjalan, kemudian berbelok ke kiri saya menemukan patung
“angel” yang pertama, dengan posisi seperti sedang berlutut dengan kaki
kanannya sambil menyilangkan tangan di dada, “angel” tersebut kelihatan anggun
sekali dengan wajah menghadap ke bawah. Namun sayang, salah satu sayapnya
patah. Di makam sebelah kanannya juga terdapat patung “angel” yang lain.
Kemudian di seberang jalan saya mendapati patung Yesus kira-kira 1,5 meter tingginya
dengan posisi berdiri dengan kedua tangannya termutilasi.
Puas mengamati patung-patung
tersebut saya kembali ke tempat semula, yaitu di perempatan jalan areal makam.
Di dekat situ ada makam yang benar-benar panjang ukurannya dengan bangunan
berbentuk salib yang tinggi tepat di salah satu ujungnya ditambah bangunan
berupa peti mati di depannya. Yang menarik perhatian saya saat itu adalah,
adanya simbol-simbol asing yang familiar tertempel di beberapa makam yang ada.
Diantaranya yang paling mengejutkan adalah simbol Fremasonry, sebuah gerakan
rahasia untuk mengubah tatanan dunia sesuai menurut pandangan mereka. Simbol
tersebut berupa jangka dengan kedua ujung lancipnya menghadap ke bawah dan
sebentuk huruf “V” dimana kedua smbol tersebut saling bertemu menyilang.
Kemudian ada juga bentuk seperti jam pasir dengan sayap kelelawar di kedua
sisinya, entah apa artinya itu. Yang keren adalah ketika saya menemukan gambar
relief di beberapa bangunan makam dengan gambar tengkorak dengan 2 tulang
menyilang tepat di bawah tengkorak tersebut, simbol tersebut benar-benar mirip
dengan simbol bajak laut yang biasa kita tonton di filem-filem bertemakan bajak
laut seperti Pirate of Carribean. Saya juga sempat menjumpai bangunan makam
dengan huruf Hebrew atau huruf Yahudi di makam yang terbuat dari batu pualam
putih.
Rata-rata bangunan makam di
Pemakaman Belanda Peneleh berukuran besar-besar. Bahkan bangunan makam yang
satu lebih besar dari yang lainnya. Ada bangunan makam yang terbuat dari beton,
ada juga dari batu pualam berwarna putih yang biasanya berdiri patung-patung
keagamaan di salah satu ujungnya. Juga beberapa bangunan makam yang bagian
atasnya terbuat dari logam besi, yang saat ini kondisinya sudah berkarat dan
berwarna merah kehitaman. Semua bangunan tersebut rata-rata memiliki bentuk
yang berbeda-beda satu dengan lainnya, juga ukiran-ukiran dan relief simbol
keagamaan yang indah. Di antara makam tersebut, banyak yang memiliki atap besi
berbentuk atap rumah dengan 4 tiang penyangga di masing-masing sudutnya. Segala
perbedaan baik ukuran dan bentuk ini sepertinya menjelaskan status sosial
keagamaan para jenazahnya sewaktu hidup dulu. Banyak juga bangunan makam yang
dalam kondisi rusak, hingga beberapa di antaranya memiliki lubang menganga.
Mungkin lubang tersebut di buat pada saat para ahli waris memindahkan
tulang-belulang nenek moyangnya ke pemakaman lain di negerinya beberapa waktu
silam.
Yang menjadi pusat perhatian
di Makam Belanda Peneleh adalah sebuah bangunan yang diatasnya berdiri sebuah
patung yang menggambarkan orang suci atau biasa di sebut Santo dalam agama
Katolik memegang tongkat berujung salib, dimana di bawah sang Santo tadi
terdapat 2 orang tentara eropa kuno berhelm bundar dengan posisi tubuh
menelungkup seperti sedang ketakutan. Bangunan dengan patungnya yang unik dan
indah tersebut memiliki ketinggian sekitar 4 meter lebih dari permukaan tanah. Letak
patung tersebut tepat di jantung areal pemakanam Peneleh yang berada tepat di
tengah-tengah perempatan jalan makam bagian dalam. Patung tersebut dengan
mudahnya dapat kita lihat ketika kita pertama memasuki areal pemakaman.
Beberapa bangunan makam juga
berbentuk obelix, sebentuk tiang berdimensi persegi empat dengan ujung atas
berbentuk piramid. Bentuk obelix ini banyak kita jumpai di sisa-sia peradaban
mesir kuno. Bahkan di depan gedung White House pun terdapat tiang tinggi obelix
yang berasal dari Mesir. Sebelum saya beranjak pulang, saya sempat menemukan
patung “angel” yang sangat cantik dengan posisi sudah tidak pada tempatnya.
Seketika saya berinisiatif untuk mengangkatnya, siapa nyana, patung yang
terbuat dari marmer putih tersebut sangat berat dan kelihatan tidak bergerak
sama sekali ketika saya berusaha mengangkatnya. Selanjutnya saya menemukan
potongan sayap patung “angel” yang sedikit terkubur di salah satu depan
bangunan makam di dekat patung “angel” tadi. Saking kagumnya saya dengan
patung-patung “angel” tersebut, saya kemudian berfikir untuk membawa pulang
potongan sayap berbobot sekitar 5 sampai 10 kg tersebut. Dan “angel’s wing” itu
kini berada di kamar kost saya, menemani tidur saya dengan harapan dapat
bermimpi di temui seorang “angel” jelita dalam mimpi nanti.
Pesona Makam Tua Peneleh ini
selalu menjadi obyek yang sangat menarik bagi para photographer di Indonesia.
Banyak dari mereka melakukan hunting scene photo di sini, mulai dari photo
komersil, untuk pre wedding, hingga hanya sebagai koleksi pribadi. Hal ini
dikarenakan suasana berbeda yang ditawarkan dengan nuansa Eropa sangat kental.
Saya berada di lokasi Makam
Peneleh hingga waktu senja. Cukup lama saya dan Hans menikmati indahnya suasana
Pemakaman. Segera kami kembali kepintu utama untuk pulang. Saya sempatkan bertanya
kepada bapak penjaga tadi tentang cerita-cerita di balik Makam Belanda Peneleh
ini, sayangnya si bapak tidak tahu apapun tentang yang saya tanyakan. Sedikit
rasa kecewa memang sempat bertandang di hati, namun apa boleh buat. Karena misi
saya adalah mencari cerita-cerita menarik di balik sebuah obyek wisata untuk
dapat di jual nantinya kepada turis baik lokal maupun mancanegara. Segera kami
kembali karena adzan maghrib sudah hampir di kumandangkan, sedangkan kami belum
sempat menunaikan sholat Ashar, jadilah kami bergegas mencari masjid terdekat
untuk sholat.
[...fin...]
Travel Story by: Fritz C. Vila
Photos by: Hans

No comments:
Post a Comment