Wednesday, October 2, 2013

   

De Begraafplaats Peneleh Soerabaja



Pesona Makam Tua Peneleh

Selepas berpetualang di dunia lain Museum Kesehatan, kami segera menuju Makam Belanda Peneleh, sebuah pemakaman tua yang terletak di daerah Peneleh. Ketidaksengajaan yang di sengaja, disengaja karena hari itu kedua tempat tersebut sudah terdaftar dalam list kunjungan, tidak di sengaja ternyata tema kedua tempat tersebut mirip-mirip, yaitu berbau dunia lain.

Sebenarnya sudah lama saya mendengar tentang Makam Belanda di Peneleh tersebut. Katanya makam – makam di sana mirip bangunan makam yang ada di Eropa. Ada patung-patung “angel”nya, bangunan besar-besar dengan bentuk Eropa dan masih banyak lagi hal-hal yang tidak ditemukan pada pemakanam orang Jawa pada umumnya. Jadi penasaran, kuburan orang Eropa seperti apa sih kok bisa begitu terkenal.

Dari informasi di internet, ternyata Makam Belanda Peneleh adalah makam modern tertua di dunia. Di website www.sparklingsurabaya.info di sebutkan bahwa makam dengan nama resmi De Begraafplaats Peneleh Soerabaja alias Pemakaman Peneleh Surabaya di bangun pada tahun 1814. Sedangkan makam modern di negara-negara lain di bangun sesudahnya seperti;
·         Fort Cannin Park di Singapura (1926)
·         Gore Hill Cemetery di Sidney (1868)
·         Mount Auburn Cemetery di Cambridge (1831) yang di klaim sebagai makam modern tertua.
·         Arlington National Cemetery di Washington DC (1864).
Betapa Surabaya memilik aset seperti makam tua Peneleh tersebut sangat layak untuk diperkenalkan di penjuru dunia. Sejak tahun 1955, kembali menurut info di internet, makam tua Peneleh mulai terbengkalai hingga sekarang dan kondisinya sudah rusak parah.

Saya berusaha mengingat-ingat di mana kira-kira letak makam tersebut berada ketika kami menuju ke lokasi. Saya ingat betul bahwa saya pernah melawati areal pemakaman itu, kali ini hanya perlu mengakses memori saya ke sana menggunakan alam bawah sadar. Si Hans yang sedari tadi membonceng saya hanya mengikut saja ketika saya memberi arah kemana harus pergi. Yang dia tidak tau adalah bahwa saya sedang menggunakan alam bawah sadar untuk menemukan lokasi pemakaman Peneleh tersebut. Ketika belok kanan di Jl.Peneleh selepas jembatan, kami jalan lurus hingga menemukan pertigaan dan diharuskan untuk berbelok ke kiri, itupun berdasar petunjuk alam bawah sadar saya. Tepat di ujung jalan, kita akan menemui pintu gerbang pemakaman tersebut yang sedikit tersembunyi.

Seorang bapak tua, yang saya kira orang Tiong Hoa, sedang berbaring di sebuah pelataran bangunan dekat pintu gerbang. Dengan sigap dia bangun dan membukakan pintu gerbang besi di depan kami. Sesampainya di dalam dia segera memberi tanda dengan jari-jarinya yang bermaksud meminta uang masuk kepada kami. Nah, pas saya tanya berapa dia bilang dengan sedikit berbisik “Ya... Sam Pek Jing”
“Waduh, kok dia jawabnya pake bahasa chinese gitu ya” pikir saya.
“Berapa pak?” kembali saya tanya
“Sam Pek Jing” dia jawab lagi
Saya segera memunculkan mimik muka bingung dan meminta dia untuk mengulang kembali.
Akhirnya dia bilang lebih kenceng “Terserah sampean”
Oalah, ternyata dari tadi dia bilang itu, hanya karena nada bicaranya yang lirih sehingga saya mengira dia sedang berbicara dengan bahasa mandarin, lantaran melihat muka saya yang mirip China ini. Sering memang, orang-orang Tiong Hoa berbicara kepada saya dengan pede-nya pake bahasa mandarin. Dikiranya saya masih sebangsa sama mereka, hingga akhirnya selalu saya bilang kalau saya tidak mengerti apa yang mereka katakan.

Di dalam areal Makam Peneleh suasananya benar-benar rindang, hanya sedikit sinar matahari menembus hingga ke tanah pas saya masuk, kecuali di bagian makam sebelah kanan agak ke belakang. Segera kami menjelajahi Pemakaman Belanda tersebut dari berbagai sudut, dan misi saya yang pertama adalah menemukan patung-patung “angel” yang ada di situ. Beberapa meter saya berjalan, kemudian berbelok ke kiri saya menemukan patung “angel” yang pertama, dengan posisi seperti sedang berlutut dengan kaki kanannya sambil menyilangkan tangan di dada, “angel” tersebut kelihatan anggun sekali dengan wajah menghadap ke bawah. Namun sayang, salah satu sayapnya patah. Di makam sebelah kanannya juga terdapat patung “angel” yang lain. Kemudian di seberang jalan saya mendapati patung Yesus kira-kira 1,5 meter tingginya dengan posisi berdiri dengan kedua tangannya termutilasi.

Puas mengamati patung-patung tersebut saya kembali ke tempat semula, yaitu di perempatan jalan areal makam. Di dekat situ ada makam yang benar-benar panjang ukurannya dengan bangunan berbentuk salib yang tinggi tepat di salah satu ujungnya ditambah bangunan berupa peti mati di depannya. Yang menarik perhatian saya saat itu adalah, adanya simbol-simbol asing yang familiar tertempel di beberapa makam yang ada. Diantaranya yang paling mengejutkan adalah simbol Fremasonry, sebuah gerakan rahasia untuk mengubah tatanan dunia sesuai menurut pandangan mereka. Simbol tersebut berupa jangka dengan kedua ujung lancipnya menghadap ke bawah dan sebentuk huruf “V” dimana kedua smbol tersebut saling bertemu menyilang. Kemudian ada juga bentuk seperti jam pasir dengan sayap kelelawar di kedua sisinya, entah apa artinya itu. Yang keren adalah ketika saya menemukan gambar relief di beberapa bangunan makam dengan gambar tengkorak dengan 2 tulang menyilang tepat di bawah tengkorak tersebut, simbol tersebut benar-benar mirip dengan simbol bajak laut yang biasa kita tonton di filem-filem bertemakan bajak laut seperti Pirate of Carribean. Saya juga sempat menjumpai bangunan makam dengan huruf Hebrew atau huruf Yahudi di makam yang terbuat dari batu pualam putih.

Rata-rata bangunan makam di Pemakaman Belanda Peneleh berukuran besar-besar. Bahkan bangunan makam yang satu lebih besar dari yang lainnya. Ada bangunan makam yang terbuat dari beton, ada juga dari batu pualam berwarna putih yang biasanya berdiri patung-patung keagamaan di salah satu ujungnya. Juga beberapa bangunan makam yang bagian atasnya terbuat dari logam besi, yang saat ini kondisinya sudah berkarat dan berwarna merah kehitaman. Semua bangunan tersebut rata-rata memiliki bentuk yang berbeda-beda satu dengan lainnya, juga ukiran-ukiran dan relief simbol keagamaan yang indah. Di antara makam tersebut, banyak yang memiliki atap besi berbentuk atap rumah dengan 4 tiang penyangga di masing-masing sudutnya. Segala perbedaan baik ukuran dan bentuk ini sepertinya menjelaskan status sosial keagamaan para jenazahnya sewaktu hidup dulu. Banyak juga bangunan makam yang dalam kondisi rusak, hingga beberapa di antaranya memiliki lubang menganga. Mungkin lubang tersebut di buat pada saat para ahli waris memindahkan tulang-belulang nenek moyangnya ke pemakaman lain di negerinya beberapa waktu silam.

Yang menjadi pusat perhatian di Makam Belanda Peneleh adalah sebuah bangunan yang diatasnya berdiri sebuah patung yang menggambarkan orang suci atau biasa di sebut Santo dalam agama Katolik memegang tongkat berujung salib, dimana di bawah sang Santo tadi terdapat 2 orang tentara eropa kuno berhelm bundar dengan posisi tubuh menelungkup seperti sedang ketakutan. Bangunan dengan patungnya yang unik dan indah tersebut memiliki ketinggian sekitar 4 meter lebih dari permukaan tanah. Letak patung tersebut tepat di jantung areal pemakanam Peneleh yang berada tepat di tengah-tengah perempatan jalan makam bagian dalam. Patung tersebut dengan mudahnya dapat kita lihat ketika kita pertama memasuki areal pemakaman.

Beberapa bangunan makam juga berbentuk obelix, sebentuk tiang berdimensi persegi empat dengan ujung atas berbentuk piramid. Bentuk obelix ini banyak kita jumpai di sisa-sia peradaban mesir kuno. Bahkan di depan gedung White House pun terdapat tiang tinggi obelix yang berasal dari Mesir. Sebelum saya beranjak pulang, saya sempat menemukan patung “angel” yang sangat cantik dengan posisi sudah tidak pada tempatnya. Seketika saya berinisiatif untuk mengangkatnya, siapa nyana, patung yang terbuat dari marmer putih tersebut sangat berat dan kelihatan tidak bergerak sama sekali ketika saya berusaha mengangkatnya. Selanjutnya saya menemukan potongan sayap patung “angel” yang sedikit terkubur di salah satu depan bangunan makam di dekat patung “angel” tadi. Saking kagumnya saya dengan patung-patung “angel” tersebut, saya kemudian berfikir untuk membawa pulang potongan sayap berbobot sekitar 5 sampai 10 kg tersebut. Dan “angel’s wing” itu kini berada di kamar kost saya, menemani tidur saya dengan harapan dapat bermimpi di temui seorang “angel” jelita dalam mimpi nanti.

Pesona Makam Tua Peneleh ini selalu menjadi obyek yang sangat menarik bagi para photographer di Indonesia. Banyak dari mereka melakukan hunting scene photo di sini, mulai dari photo komersil, untuk pre wedding, hingga hanya sebagai koleksi pribadi. Hal ini dikarenakan suasana berbeda yang ditawarkan dengan nuansa Eropa sangat kental.

Saya berada di lokasi Makam Peneleh hingga waktu senja. Cukup lama saya dan Hans menikmati indahnya suasana Pemakaman. Segera kami kembali kepintu utama untuk pulang. Saya sempatkan bertanya kepada bapak penjaga tadi tentang cerita-cerita di balik Makam Belanda Peneleh ini, sayangnya si bapak tidak tahu apapun tentang yang saya tanyakan. Sedikit rasa kecewa memang sempat bertandang di hati, namun apa boleh buat. Karena misi saya adalah mencari cerita-cerita menarik di balik sebuah obyek wisata untuk dapat di jual nantinya kepada turis baik lokal maupun mancanegara. Segera kami kembali karena adzan maghrib sudah hampir di kumandangkan, sedangkan kami belum sempat menunaikan sholat Ashar, jadilah kami bergegas mencari masjid terdekat untuk sholat.

[...fin...]
Travel Story by: Fritz C. Vila
Photos by: Hans


















No comments:

Post a Comment

Recent Comments