Thursday, October 17, 2013

   

Mandangin... Mandi Angin-angin part 3



Tanglok, Pelabuhan Kecil Menyesatkan
Perjalanan kami menuju pulau Mandangin penuh liku dan kesesatan. Betapa tidak, hanya demi menemukan sebuah pelabuhan kecil bernama Tanglok kami tersesat sebanyak tiga kali. Kali pertama di daerah Blega tepat sebelum pasar Blega, yang ini bukan karena Tanglok sih sebenarnya, tapi bapak polisi yang mengarahkan kami untuk belok ke kanan (mungkin) demi menghindari kemacetan, atau waktu itu saya kira ada hajatan warga yang memanfaatkan badan jalan sehingga laju kendaraan bermotor di arahkan ke kanan yang nantinya tembus di pertigaan depan setelah pasar Blega.

Namun sayang, ketidakpahaman kami membuat diri ini tersesat hingga satu jam lamanya. Ketika bertemu pertigaan di depan (yang kami kira pertigaan besar arah Sampang). Kami segera berbelok ke kanan, yang ternyata itu adalah jalan menuju ke arah kecamatan Kwanyar di Bangkalan. Terus kami mengikuti jalan yang lebih sempit itu, yang terkadang rusak dan agak naik turun. Hingga kira-kira setengah jam lamanya kami menurut jalan menuju ke Kwanyar, tanpa sadar. Suatu ketika, di depan terdapat jalan yang menikung ke kanan agak memutar, sedangkan belokan kekiri langsung menuju sebuah pasar. Disitu saya mulai curiga, “Bukannya jalan ke Sampang lurus-lurus saja ya...” pikir saya. Kami putuskan untuk berbelok ke kiri arah pasar (yang ternyata pasar Kwanyar), disana kami menemukan sebuah kemacetan yang parah. Tidak pernah terpikirkan di benak saya, bahwa di Madura juga ada kemacetan seperti ini. Dengan sabar kami melaju di tengah kemacetan itu.

Selesai dengan macet, kami menemukan pertigaan lagi di depan, “Nah lho, kok ada pertigaan lagi, dulu perasaan jalanan ke Sampang ndak ada pertigaan sama sekali deh...” otak saya kembali berpikir lebih keras. Kami putuskan berbelok ke kanan, tiba tiba saya menoleh ke arah kiri dan “Oh My GOD... kok ada pantai??”, dari situ saya baru sadar bahwa kami sudah tersesat. Saya pikir kami menembus jalan kearah utara pulau Madura. “Ke koyoke kita kesasar ke...” kata saya ke Eko. Kami berhenti dan bertanya ke orang tua yang sedang asyik mengobrol santai di depan toko di pinggiran jalan.

Bapaknya memberi petunjuk bahwa arah Sampang adalah arah balik yang kami tempuh tadi, namun sayangnya otak saya tertuju pada kelokan ke kanan pada pertigaan pertama tadi. Segera laju motor kami arahkan ke jalan sesuai dengan pemahaman otak saya yang agak dangkal, waktu itu. Terus lurus kami mengikuti jalan hingga sekitar satu jam lamanya dari pertama kami di belokkan oleh bapak polisi tadi. Hingga tiba-tiba kami bertemu dengan pertigaan jalan besar di depan. Perasaan saya semakin kacau, “Loh kok ada mobil-mobil dari arah kanan ya, dan depan ini jalanan besar pula” gumam saya.

Dengan perasaan kacau itu, kami ambil jalan ke kiri. Berharap itu adalah jalanan menuju ke Sampang. Namun, kenyataan justru sebaliknya, pas kami lihat plakat petunjuk jalan di depan dari arah balik, ternyata... “Ya TUHAN, kami sudah kembali di jalanan Bangkalan ke Sampang, hanya saja ini mengarah ke Suramadu, tidaaaaak...”

Geram campur sedih rasaya waktu itu, semua gara-gara bapak polisi sialan. Waktu satu jam sudah kami habiskan sia-sia mengitari kecamatan Kwanyar. Karena di situ tertulis, lurus arah Sampang, dan belok kanan arah Kwanyar. Plakat sama yang kami lihat sekitar lima belas menit sesudah pertigaan  toll Suramadu. Segera kami melaju ke arah Sampang sesuai petunjuk plakat besar tadi.

Kemudian, karena kebutaan saya dan teman saya tentang pelabuhan Tanglok di Sampang, kami sempat kebablasan sekitar lebih dari sebelas kilometer. Jalanan arah Sumenep dari Sampang kami lewati dengan kencang, saya hanya ingat pantai Camplong di Sampang. Saya yakin betul pelabuhan tersebut tidak jauh dari pantai terkenal di Sampang itu.

Lepas dari Kota Sampang, saya segera memfokuskan pandangan ke pantai Camplong. Namun sudah perjalanan jauh, mata saya tidak tampak pintu gerbang pantai tersebut sama sekali. Karena memang saya lupa persisnya berapa jauh pantai Camplong dari kota Sampang. Sudah belasan kilometer kiranya, hingga tiba-tiba terbaca oleh mata saya tulisan Sumenep di beberapa papan iklan depan toko pinggir jalan. Dari situ saya sadar bahwa kami sudah sampai Kabupaten Sumenep, gubrak%$#(@...

“Aduh, susah banget sih cari pelabuhan namanya Tanglok ini” fikir saya. Karena kami tidak melihat sama sekali papan nama bertuliskan “PELABUHAN TANGLOK”. Ketika bertanya kepada seorang ibu di tokopun kami tak menemui petunjuk yang jelas. Katanya “sudah kejauhan sekali mas, jauh banget sampeyan kebablasannya”. Si Ibu memberi petunjuk nanti bertemu sebuah masjid besar di kanan jalan dengan menara tingginya, nah kiri jalan itu sudah pelabuhan Tanglok.

Kamipun kembali melajukan motor ke arah Sampang. Ketika terlihat masjid besar di kanan dan kiri jalan ada jalanan yang menjorok ke laut dengan dermaga panjangnya, kami kira itu adalah pelabuhan yang di maksud. Eh ternyata itu adalah dermaga sebuah perusahaan gas, salah lagi deh...

Kami sempatkan bertanya ke security yang sedang jaga di situ, dia bilang “Nanti ada pom bensin sebelah kanan, mas lurus dikit dan pas tikungan ke kanan, mas belok kiri”. Seperti mendapat petunjuk yang lebih jelas, kembali motor melaju ke arah petunjuk tersebut. Selepas bertemu pom bensin yang di maksud, kami bertanya lagi ke penduduk di pinggir jalan. “Tikungan ke kanan di depan mas belok kiri” katanya. Dan akhirnya, serasa semakin jelas petunjuk yang kami terima. Sesuai arahan tersebut, kami belok kiri dari tikungan yang di maksud. Karena memang ada jalan masuk ke kiri pas ada tikungan ke kanan menuju kota Sampang.

Selepas berbelok kekiri, kami melewati sebuah jembata besi dimana di bawah jembatan tersebut terhampar sebuah sungai dengan air berwarna hijau gelap dan di kiri kanan sungai terdapat beberapa perahu agak besar bersandar, saya pikir itu perahu nelayan yang bersandar pas air laut surut. Kami lurus mengikuti jalan, yang kami kira menuju ke arah pelabuhan TANGLOK.

Sudah beberapa kilometer kami tempuh, tapi tak tampak juga pelabuhan yang kami tuju. Hingga sebuah pertigaan dengan papan bertuliskan jalur Alternatif Sumenep. “Nah lho... kok mbulet maneh” saya bilang. Aduh, ini pelabuhan kayak hantu saja, susah di carinya. Sedangkan waktu sudah kami habiskan banyak di jalan dan kami tidak tahu perahu penumpangnya berangkat jam berapa.

Segerombolan anak kecil menjadi sasaran pertanyaan arah kami. Mereka menyebutkan kalau pelabuhan Tanglok masih jauh ke arah yang sudah kami lewati tadi. Aduh biyung... semakin membingungkan ini lokasi pelabuhan. Kami sudah hampir putus asa dan hampir-hampir memutuskan untuk berganti destinasi ke arah Sumenep ke pantai bernama Jumiang.

Kembali kami bertanya, kali ini sasarannya para anak muda yang sedang “cangkruk”. Dengan bahasa Indonesia logat khas Madura mereka memberitahukan bahwa pelabuhan Tanglok berada di kanan Jembatan tadi. Ah sialan... ternyata perahu-perahu tadi sedang bersandar di pelabuhan yang berupa aliran sungai berwarna hijau tersebut. Itulah yang disebut PELABUHAN tanglok, sungguh jauh dari perkiraan saya mengenai konsep gambaran sebuah PELABUHAN. Ditambah lagi tidak adanya PLAKAT NAMA PELABUHAN yang tertempel dan terpampang jelas di depan pintu masuk PELABUHAN tersebut.

Hanya sebuah pintu gerbang berwarna biru dengan pos satpam di dalamnya dan tanpa papan nama sebuah pelabuhan, bagaimana mungkin orang awam dapat mengetahui itu sebuah pelabuhan? Ini sebenarnya yang salah siapa, saya yang bodoh dan kesasar-sasar, atau pemerintah yang membangun pelabuhan tersebut dengan segala kekurangannya. Bodoh saya bilang, karena memang tidak mencerminkan manajemen atau tata kelola yang baik tentang bangunan yang katanya “PELABUHAN”. Berapa besar sih dana yang dibutuhkan buat menempel sebuah papan nama PELABUHAN TANGLOK di depan pintu gerbang tersebut?

Mudah-mudahan para traveler lain tidak ada yang mengalami nasib sama seperti kami, tersesat tidak karuan, tiga kali pula. Tapi yang jelas, untungnya waktu itu jam keberangkatan kapal penumpang masih lama, sekitar dua atau tiga jam dari kedatangan kami di PELABUHAN TANGLOK itu. Maka berangkatlah kami ke Pulau Mandangin pukul 03.30 sore, sebuah destinasi baru yang mungkin layak di jadikan rujukan jalan-jalan teman-teman traveler lain.

[...fin...]

No comments:

Post a Comment

Recent Comments