Tanglok, Pelabuhan Kecil Menyesatkan
Perjalanan kami menuju pulau
Mandangin penuh liku dan kesesatan. Betapa tidak, hanya demi menemukan sebuah
pelabuhan kecil bernama Tanglok kami tersesat sebanyak tiga kali. Kali pertama
di daerah Blega tepat sebelum pasar Blega, yang ini bukan karena Tanglok sih
sebenarnya, tapi bapak polisi yang mengarahkan kami untuk belok ke kanan (mungkin)
demi menghindari kemacetan, atau waktu itu saya kira ada hajatan warga yang
memanfaatkan badan jalan sehingga laju kendaraan bermotor di arahkan ke kanan
yang nantinya tembus di pertigaan depan setelah pasar Blega.
Namun sayang, ketidakpahaman
kami membuat diri ini tersesat hingga satu jam lamanya. Ketika bertemu
pertigaan di depan (yang kami kira pertigaan besar arah Sampang). Kami segera
berbelok ke kanan, yang ternyata itu adalah jalan menuju ke arah kecamatan
Kwanyar di Bangkalan. Terus kami mengikuti jalan yang lebih sempit itu, yang
terkadang rusak dan agak naik turun. Hingga kira-kira setengah jam lamanya kami
menurut jalan menuju ke Kwanyar, tanpa sadar. Suatu ketika, di depan terdapat
jalan yang menikung ke kanan agak memutar, sedangkan belokan kekiri langsung
menuju sebuah pasar. Disitu saya mulai curiga, “Bukannya jalan ke Sampang
lurus-lurus saja ya...” pikir saya. Kami putuskan untuk berbelok ke kiri arah
pasar (yang ternyata pasar Kwanyar), disana kami menemukan sebuah kemacetan
yang parah. Tidak pernah terpikirkan di benak saya, bahwa di Madura juga ada kemacetan
seperti ini. Dengan sabar kami melaju di tengah kemacetan itu.
Selesai dengan macet, kami
menemukan pertigaan lagi di depan, “Nah lho, kok ada pertigaan lagi, dulu
perasaan jalanan ke Sampang ndak ada pertigaan sama sekali deh...” otak saya
kembali berpikir lebih keras. Kami putuskan berbelok ke kanan, tiba tiba saya
menoleh ke arah kiri dan “Oh My GOD... kok ada pantai??”, dari situ saya baru
sadar bahwa kami sudah tersesat. Saya pikir kami menembus jalan kearah utara
pulau Madura. “Ke koyoke kita kesasar ke...” kata saya ke Eko. Kami berhenti
dan bertanya ke orang tua yang sedang asyik mengobrol santai di depan toko di
pinggiran jalan.
Bapaknya memberi petunjuk
bahwa arah Sampang adalah arah balik yang kami tempuh tadi, namun sayangnya
otak saya tertuju pada kelokan ke kanan pada pertigaan pertama tadi. Segera
laju motor kami arahkan ke jalan sesuai dengan pemahaman otak saya yang agak
dangkal, waktu itu. Terus lurus kami mengikuti jalan hingga sekitar satu jam
lamanya dari pertama kami di belokkan oleh bapak polisi tadi. Hingga tiba-tiba
kami bertemu dengan pertigaan jalan besar di depan. Perasaan saya semakin kacau,
“Loh kok ada mobil-mobil dari arah kanan ya, dan depan ini jalanan besar pula”
gumam saya.
Dengan perasaan kacau itu,
kami ambil jalan ke kiri. Berharap itu adalah jalanan menuju ke Sampang. Namun,
kenyataan justru sebaliknya, pas kami lihat plakat petunjuk jalan di depan dari
arah balik, ternyata... “Ya TUHAN, kami sudah kembali di jalanan Bangkalan ke
Sampang, hanya saja ini mengarah ke Suramadu, tidaaaaak...”
Geram campur sedih rasaya
waktu itu, semua gara-gara bapak polisi sialan. Waktu satu jam sudah kami
habiskan sia-sia mengitari kecamatan Kwanyar. Karena di situ tertulis, lurus
arah Sampang, dan belok kanan arah Kwanyar. Plakat sama yang kami lihat sekitar
lima belas menit sesudah pertigaan toll Suramadu.
Segera kami melaju ke arah Sampang sesuai petunjuk plakat besar tadi.
Kemudian, karena kebutaan saya
dan teman saya tentang pelabuhan Tanglok di Sampang, kami sempat kebablasan
sekitar lebih dari sebelas kilometer. Jalanan arah Sumenep dari Sampang kami
lewati dengan kencang, saya hanya ingat pantai Camplong di Sampang. Saya yakin
betul pelabuhan tersebut tidak jauh dari pantai terkenal di Sampang itu.
Lepas dari Kota Sampang, saya
segera memfokuskan pandangan ke pantai Camplong. Namun sudah perjalanan jauh,
mata saya tidak tampak pintu gerbang pantai tersebut sama sekali. Karena memang
saya lupa persisnya berapa jauh pantai Camplong dari kota Sampang. Sudah belasan
kilometer kiranya, hingga tiba-tiba terbaca oleh mata saya tulisan Sumenep di
beberapa papan iklan depan toko pinggir jalan. Dari situ saya sadar bahwa kami
sudah sampai Kabupaten Sumenep, gubrak%$#(@...
“Aduh, susah banget sih cari
pelabuhan namanya Tanglok ini” fikir saya. Karena kami tidak melihat sama
sekali papan nama bertuliskan “PELABUHAN TANGLOK”. Ketika bertanya kepada
seorang ibu di tokopun kami tak menemui petunjuk yang jelas. Katanya “sudah
kejauhan sekali mas, jauh banget sampeyan kebablasannya”. Si Ibu memberi
petunjuk nanti bertemu sebuah masjid besar di kanan jalan dengan menara
tingginya, nah kiri jalan itu sudah pelabuhan Tanglok.
Kamipun kembali melajukan
motor ke arah Sampang. Ketika terlihat masjid besar di kanan dan kiri jalan ada
jalanan yang menjorok ke laut dengan dermaga panjangnya, kami kira itu adalah
pelabuhan yang di maksud. Eh ternyata itu adalah dermaga sebuah perusahaan gas,
salah lagi deh...
Kami sempatkan bertanya ke
security yang sedang jaga di situ, dia bilang “Nanti ada pom bensin sebelah
kanan, mas lurus dikit dan pas tikungan ke kanan, mas belok kiri”. Seperti
mendapat petunjuk yang lebih jelas, kembali motor melaju ke arah petunjuk
tersebut. Selepas bertemu pom bensin yang di maksud, kami bertanya lagi ke
penduduk di pinggir jalan. “Tikungan ke kanan di depan mas belok kiri” katanya.
Dan akhirnya, serasa semakin jelas petunjuk yang kami terima. Sesuai arahan
tersebut, kami belok kiri dari tikungan yang di maksud. Karena memang ada jalan
masuk ke kiri pas ada tikungan ke kanan menuju kota Sampang.
Selepas berbelok kekiri, kami
melewati sebuah jembata besi dimana di bawah jembatan tersebut terhampar sebuah
sungai dengan air berwarna hijau gelap dan di kiri kanan sungai terdapat
beberapa perahu agak besar bersandar, saya pikir itu perahu nelayan yang
bersandar pas air laut surut. Kami lurus mengikuti jalan, yang kami kira menuju
ke arah pelabuhan TANGLOK.
Sudah beberapa kilometer kami
tempuh, tapi tak tampak juga pelabuhan yang kami tuju. Hingga sebuah pertigaan
dengan papan bertuliskan jalur Alternatif Sumenep. “Nah lho... kok mbulet maneh”
saya bilang. Aduh, ini pelabuhan kayak hantu saja, susah di carinya. Sedangkan waktu
sudah kami habiskan banyak di jalan dan kami tidak tahu perahu penumpangnya
berangkat jam berapa.
Segerombolan anak kecil
menjadi sasaran pertanyaan arah kami. Mereka menyebutkan kalau pelabuhan
Tanglok masih jauh ke arah yang sudah kami lewati tadi. Aduh biyung... semakin
membingungkan ini lokasi pelabuhan. Kami sudah hampir putus asa dan
hampir-hampir memutuskan untuk berganti destinasi ke arah Sumenep ke pantai
bernama Jumiang.
Kembali kami bertanya, kali
ini sasarannya para anak muda yang sedang “cangkruk”.
Dengan bahasa Indonesia logat khas Madura mereka memberitahukan bahwa pelabuhan
Tanglok berada di kanan Jembatan tadi. Ah sialan... ternyata perahu-perahu tadi
sedang bersandar di pelabuhan yang berupa aliran sungai berwarna hijau
tersebut. Itulah yang disebut PELABUHAN tanglok, sungguh jauh dari perkiraan
saya mengenai konsep gambaran sebuah PELABUHAN. Ditambah lagi tidak adanya
PLAKAT NAMA PELABUHAN yang tertempel dan terpampang jelas di depan pintu masuk
PELABUHAN tersebut.
Hanya sebuah pintu gerbang
berwarna biru dengan pos satpam di dalamnya dan tanpa papan nama sebuah
pelabuhan, bagaimana mungkin orang awam dapat mengetahui itu sebuah pelabuhan? Ini
sebenarnya yang salah siapa, saya yang bodoh dan kesasar-sasar, atau pemerintah
yang membangun pelabuhan tersebut dengan segala kekurangannya. Bodoh saya
bilang, karena memang tidak mencerminkan manajemen atau tata kelola yang baik
tentang bangunan yang katanya “PELABUHAN”. Berapa besar sih dana yang dibutuhkan
buat menempel sebuah papan nama PELABUHAN TANGLOK di depan pintu gerbang
tersebut?
Mudah-mudahan para traveler
lain tidak ada yang mengalami nasib sama seperti kami, tersesat tidak karuan,
tiga kali pula. Tapi yang jelas, untungnya waktu itu jam keberangkatan kapal
penumpang masih lama, sekitar dua atau tiga jam dari kedatangan kami di
PELABUHAN TANGLOK itu. Maka berangkatlah kami ke Pulau Mandangin pukul 03.30
sore, sebuah destinasi baru yang mungkin layak di jadikan rujukan jalan-jalan
teman-teman traveler lain.
[...fin...]
No comments:
Post a Comment