Showing posts with label bangkok. Show all posts
Showing posts with label bangkok. Show all posts

Friday, September 20, 2013

   

Bangkok I'm in Lost part 6 end - Tempat-tempat Wisata di Bangkok

0


Tempat-tempat Wisata di Bangkok

Sebenarnya tempat-tempat wisata di Bangkok tidak begitu istimewa, tetapi yang istimewa adalah bagaimana pemerintah Thailand dapat menyelenggarakan sistem atau manajemen pariwisata di Negeri Gajah Putih tersebut dengan apik dan tertata sedemikian rupa. Hal itu adalah salah satu aspek yang membuat saya salut terhadap pemerintah Thailand, yang dapat membuat negerinya sebagai destinasi wisata nomor wahid di Asia untuk saat ini dan saat-saat sebelumnya yang cukup lama. Saya sendiri berharap wisata Indonesia yang memiliki potensi begitu besar dapat menyaingi ketenaran wisata Thailand di kemudian hari.

Sebut saja Grand Palace atau Wat Phra Kew yang begitu tersohor keseluruh penjuru dunia, hingga membuat image bahwa akan terasa belum pernah ke Bangkok jika belum mengunjungi situs warisan budaya tersebut. Wat Phra Kew atau Grand Palace atau kompleks Istana Kerajaan Thailand adalah sebuah situs sejarah yang dibangun seiring berdirinya Kerajaan Thailand di dibawah rajanya yang pertama yaitu Raja Rama I sebagai pendiri Dinasty Chakri. Kompleks Istana ini mulai di bangun pada tahun 1782 yang berisi Istana kerajaan dan kompleks peribadatan agama Budha yang lumayan megah dan mencakup luas beberapa hektar dan dikelilingi tembok yang besar dan tinggi. Dalam perkembangannya, kompleks istana ini tidak terhenti di bangun pada masa Raja Rama I saja, akan tetapi pembangunannya dan perluasan serta penambahan bangunan di teruskan oleh para Raja Thailand penggantinya. Bahkan hingga saat ini pembangunan dan renovasi masih terus berjalan, seperti yang saya sendiri lihat saat saya mengunjunginya.

Hanya saja kompleks istana tersebut sudah tidak di tinggali oleh keluarga kerajaan lagi, karena keluarga kerajaan Thailand sudah berpindah tempat di kompleks istana di Distrik Dusit. Sehingga fungsi Grand Palace saat ini lebih ke sebagai tujuan wisata dan tempat diselenggarakannya acara seremonial kerajaan saja. Walaupun tiket masuk lumayan mahal yaitu sekarang sebesar 500THB, namun pengunjung Grand Palace seperti tiada habisnya setiap hari. Mulai dari turis-turis bule barat hingga turis-turis dari negeri Tiongkok selalu memadati tempat wisata ini. Tak ketinggalan turis dari negeri sendiri yang ikut “njlentrek ting telecek” gak karuan di tempat tersebut, hingga membuat bahasa Indonesia dapat mudah di dengar di berbagai sudut Grand Palace.

Grand Palace ini terletak di distrik Rattanakosin Island yang masih dekat dengan tempat-tempat wisata terkenal di Bangkok lainnya seperti Wat Pho atau kuil di mana patung Budha “Leyeh-leyeh” raksasa berada, yang dalam bahasa Inggrisnya disebut Reclining Budha. Kemudian pas nyeberang sungai Chao Phraya kita dapat menemukan Wat Arun, Kuil Budha tertua yang dihias berbagai macam kerang-kerangan dan porselen berwarna-warni yang biasa disebut Temple of Dawn atau “Kuil Matahari Surup”, surup adalah sebutan untuk matahari tenggelam dalam budaya Jawa.

Inilah yang saya maksud tidak terlalu istimewa, karena tujuan wisata di Bangkok khususnya wisata tempat bersejarah, ternyata tidak terlalu tua alias berumur hanya sekitar 200 tahun saja. Di Indonesia, banyak candi-candi yang memiliki nilai sejarah lebih tinggi dan berumur ribuan tahun, jika  dibandingkan yang ada di Thailand, yang sebenarnya lebih megah dan lebih istimewa dilihat dari segi besaran dan arsitekturnya serta bahan pembuatnya. Hanya saja, pemerintah dan masyarakat Indonesia kurang maksimal dalam memperkenalkan aset warisan leluhurnya kepada dunia, dan sudah cukup merasa puas dengan title Warisan Dunianya versi UNESCO untuk beberapa candi yang ada.

Tapi ya sudahlah, saya tidak mau membahas itu lebih lanjut, biar masing-masing dari kita bisa menyadarinya dan berbuat sesuatu di kemudian hari. Ada kisah menarik ketika saya dan para Ibu-ibu perias berkunjung di Grand Palace. Lantaran berbagai informasi di buku dan mbak Arie yang mengilustrasikan kondisi Grand Palace begitu berbahayanya, maksud saya di situ banyak dan sering terjadi penipuan kepada para turis asing. Maka sayapun bersiap siaga serta waspada penuh ketika berada di sana. Ceritanya saya dan para Ibu sudah di turunkan di pintu gerbang utama Grand Palace dimana ramai turis yang keluar-masuk pintu tersebut dan di depan sebelah kiri dan kanan gerbang ada pos penjaga berwarna hijau khas tentara. Lantaran semua syarat seperti yang di ungkap mbak Arie tidak terpenuhi, maka saya berasumsi bahwa itu bukanlah pintu utama. FYI beberapa syaratnya adalah sebagai berikut:
1.       Pintu gerbang ramai pengunjung keluar-masuk, (terpenuhi).
2.       Pintu gerbang lebih besar dari pintu lainnya di sekeliling Grand Palace, (tidak terpenuhi).
3.       Terdapat tulisan open daily dari jam sekian hingga jam sekian yang besar di atap pintu gerbang, (tidak terpenuhi).
4.       Bentuk pintu gerbang utama berbeda dari pintu gerbang lainnya, (tidak terpenuhi).
Dari semua syarat pintu gerbang utama tersebut, hanya satu saja yang terpenuhi, sehingga saya berasumsi itu bukanlah pintu gerbang yang sebenarnya, waktu itu saya pikir itu adalah pintu keluar, dan membuat saya memutuskan untuk jalan bersama para Ibu mengelilingi tembok Grand Palace demi mencari pintu gerbang yang sesungguhnya. Yang stupidnya lagi, kami, atau lebih tepatnya saya, baru menyadari kalau pintu gerbang tadi adalah pintu masuk yang sesungguhnya setelah kami berhasil berjalan mengelilingi separuh kotak tembok Grand Palace. Masih waspada ternyata tetep juga salah hehe... Untungnya di seberang jalan sudah terlihat Wat Pho dengan indahnya, demi menutupi kebodohan saya, maka sayapun menyarankan pada para peserta tour untuk mengunjungi kuil Budha Leyeh-leyeh tersebut.

Setelah bosan dengan Wat Pho dan Budha tidurnya, kami segera berangkat menuju gerbang Grand Palace tadi mengendarai Tuk-tuk, moda transportasi khas Thailand. Tidaklah membutuhkan waktu cukup lama untuk berkeliling di dalam Grand Palace, karena kegiatan kami hanya berfoto dan berfoto saja. Saya sengaja tidak mendeskripsikan bagaimana bentuk dan rupa Grand Palace karena uraian tersebut dapat di baca di berbagai tulisan yang lain baik dari buku maupun sumber internet. Yang saya mau tekankan di sini adalah, betapa panasnya suhu udara di areal Grand Palace waktu itu. Hingga membuat kepala botak saya terasa terbakar dan memerah seperti merahnya bata waktu di bakar api dalam sekam, halah gak penting...

Atraksi menarik lainnya yang ada di Bangkok adalah wisata belanjanya, yap... Thailand sangat terkenal dengan wisata belanja murahnya. Hal ini tentunya tidak dapat terlewatkan oleh para Ibu peserta tour, begitu juga dengan saya. Tapi tidak semua tempat belanja menawarkan harga yang sama murahnya. Seperti ketika di Platinum Mall, rata-rata barang dagangan disini di jual lebih mahal di banding tempat lainnya. Meskipun image mall tersebut sebagai mall dengan harga grosir, hal itu tidak serta merta menjadikan harga barang di mall tersebut lebih murah dari tempat lainnya. Karena yang saya dapati ketika berjalan di trotoar daerah Pratunam, harga barang yang sama di jual jauh lebih murah oleh para pedagang pinggir jalan di daerah tersebut. Begitu juga di Mall Mah Boon Krong atau terkenal dengan sebutan MBK. Disini benar-benar surganya belanja bagi orang Indonesia. Karena kios-kios dagangan souvenir di lantai 6 menjajakan barang dagangannya jauh lebih murah di banding di tempat belanja lainnya. Bahkan jika dbandingkan dengan harga souvenir di pasar Chatucak, yang terkenal dengan pasar weekend terbesar di Bangkok, bahkan di Thailand. Karena mencakup luas areal beberapa belas hektar dan memiliki kios dagangan lebih dari 15 ribu kios.

Itulah sedikit review tentang wisata di Thailand, khususnya di Bangkok. Semoga bermanfaat untuk kita semua baik ketika di dunia maupun di akherat kelak, amiin. Masih banyak aspek perjalanan saya di Bangkok yang mungkin terlewatkan untuk saya jelaskan disini, yang bisa anda semua dapatkan di referensi perjalanan yang lain. Jika di review perjalanan lain mungkin sangat menyanjung dan melebihkan wisata Bangkok, saya justru sebaliknya dan melihatnya biasa-biasa saja. Karena bagi saya banyak wisata di negeri sendiri yang jauh lebih bagus dan lebih layak untuk di kunjungi dan terkenal ke seluruh penjuru dunia, tau kenapa? Ya karena saya lebih mencintai negeri sendiri, Indonesia Jayati, Indonesia Raya, MERDEKA...

[...fin...]
Complete Story »

Saturday, September 14, 2013

Bangkok I'm in Lost part 5 - Mencari Makan di Bangkok

0


Mencari Makan di Bangkok
Memang, Thailand terkenal dengan makanannya yang enak-enak dan banyak jenisnya. Mulai dari Tom Yam, soup asam pedas ala Thailand, hingga Pad Thai, mie goreng khas Thailand dan berbagai makanan yang lain. Sehingga Thailand juga merupakan syurga kuliner bagi para traveller seluruh dunia. Akan tetapi beda kasusnya ketika traveller tersebut adalah seorang muslim seperti saya. Walaupun sholatnya gak full, seorang muslim akan tetap menghindari makanan yang terbuat dari B2 alias Biba atau Babi. Nah, ternyata orang Thailand sendiri sangat doyan yang namanya Babi, hingga hampir di setiap kedai di sana menyediakan menu yang terbuat dari Babi. Begitupun juga kedai-kedai yang ada di mall-mall di Bangkok tidak terkecuali. Tapi kalau di mall masih aman, karena minimal ada 1 kedai yang makanannya di jamin halal dan tercantum logo halal nempel di kacanya.

Saya masih ingat di malam kedatangan kami, betapa susahnya mencari makanan halal. Disamping hampir semua restoran di Bangkok sudah tutup, kami juga harus tetap mencari restoran yang benar-benar menjual makanan halal. Restoran India menjadi satu-satunya alternatif kami yang buka hingga dini hari, walaupun untuk mencarinya saya harus mengalami kesulitan berkomunikasi dengan sopir taksi yang hanya mengerti bahasa Thai bukan bahasa Inggris. Itupun dengan jarak yang tidak bisa di bilang dekat, di tambah harga makanan yang terbilang lumayan mahal, minimal 200 bath untuk setiap menunya.

Pagi hari adalah waktu yang sangat menyengsarakan bagi saya. Betapa tidak, sudah tidak dapat jatah breakfast dari hostel, juga masih tetap harus mencari makanan yang halal. Pagi-pagi masih sedikit kedai yang buka, itupun dijamin tidak satupun kedai yang penjualnya beragama Islam, sehingga kehalalan makanannya masih di ragukan. Pilihan paling aman adalah sarapan dengan buah yang masih dapat di temui di pingir jalan atau beli di 7 eleven. Masih segar dalam ingatan saya di pagi-pagi di hari pertama kami di Bangkok, hari itu adalah jatah Ibu-Ibu perias 2 rombongan untuk jalan-jalan dengan saya sebagai tour guidenya. Mereka enak masih dapat berakfast di restoran halal yang ada di hotel tempat mereka menginap. Sedangkan saya pagi itu, sudah tersesat di jalan, belum ada makan pula yang hinggap di perut, lengkaplah penderitaan ini.

Tapi syukurlah saya dapat menemukan pisang di kedai 7 eleven pagi itu. Pas kami bingung dengan kartu telepon operator Thailand yang belum juga bisa di gunakan, saya menyempatkan diri untuk membeli dan langsung memakan 2 buah pisang yang ada di toko tersebut. Tidak bisa saya bayangkan ketika saya tidak memakan apapun di pagi itu, sedangkan tour yang kami jalani merupakan tour yang sangat menguras tenaga dan cuaca kota Bangkok yang lagi panas-panasnya. Menguras tenaga karena kami melakukan tour berjalan kaki yang cukup jauh, alias muter-muter kompleks Grand Palace. Di tambah pas datang di depan pintu gerbang Grand Palace kami sempat-sempatnya mengelilingi kompleks istana tersebut dari luar hingga separuh tembok Grand Palace kami jelajahi. Hal itu karena kebodohan saya yang mengira pintu tadi bukan pintu utama untuk memasuki kompleks istana itu. Lantaran banyak informasi yang menyesatkan sebelumnya, sehingga mewajibkan saya untuk lebih waspada dan berhati-hati. Eh udah waspada ternyata masih salah juga, nasib...

Siangnya saya masih menyempatkan diri untuk makan siang di Platinum Mall food court di lantai 6. Di situ hanya ada 1 stall atau kedai yang menjual makanan halal. Itupun menunya bukan menu khas Thailand, sehingga kurang menarik bagi saya. Tapi tak apalah, daripada tidak makan seharian. Nah malamnya ini saya kebingungan lagi, sepulang dari Platinum Mall dengan Ibu-ibu yang saya antar, saya pada akhirnya memutuskan untuk membeli jagung rebus yang di pisah dari bagian tengahnya pakai pisau. “Daripada nanti tidak ketemu makanan kayak kemarin” fikir saya waktu itu. Tapi kemudian saya membeli ayam goreng dengan ketan yang di jual orang Islam Myanmar, di tambah Durian Monthong satu bungkus. Lengkaplah sudah cerita makanan saya pada hari itu, pagi sarapan pisang, malam makan jagung di tambah ayam goreng dan durian monthong. Sungguh menu yang tidak pernah terbayang sebelumnya.

Di hari kedua lagi-lagi saya sarapan dengan ayam goreng yang di jual di pinggir jalan, kemudian siangnya makan nasi kuning ala India dengan Ayam curry yang menurut saya tidak begitu memuaskan, betapa tidak, nasinya sedikit banget di kasihnya. Kemudian malamnya makan Nugget dan French Fries ala KFC di Asiatique riverfront, di tambah sebelumnya saya makan Durian Monthong lagi.

Baru di hari ketiga, ketika kami sudah persiapan untuk pulang, karena malamnya kami sudah harus naik pesawat pulang. Saya sempat makan makanan khas Thailand di Yana restoran di MBK Mall. Saya memang sudah menargetkan makan makanan bernama Pad Thai, alias mie gorengnya Thailand. Akhirnya kesampaian juga. Kalau TomYam saya sudah pernah beberapa kali makan sebelum perjalanan saya di Bangkok ini. Untungnya masih disempatkan ya, terima kasih ya Allah atas berkat karuniamu dalam makanan ini hehe...
(to be cont...)
Complete Story »

Bangkok I'm in Lost part 4 - Durian Monthong dan Orang Jerman

1


Durian Monthong dan Orang Jerman

Setelah seharian berjalan-jalan menemani Ibu-ibu perias dan rombongannya, saya menyempatkan diri membeli Durian Monthong di pinggiran jalan arah dari Platinum Mall ke First Hotel. Di sini harga Durian Monthong sangat terjangkau, hanya dengan 80 bath sudah dapat segepok Durian Monthong dalam wadah plastik seperti yang di jajakan di mall-mall di Indonesia. Itu berarti seharga 32 ribu rupiah, sedangkan di Indonesia dengan ukuran yang sama bisa seharga 90 ribu rupiah atau lebih. Di sini Durian Monthong kupas di jual dengan berbagai macam harga mulai dari harga 40 bath untuk ukuran yang paling kecil hingga harga 120 bath untuk ukuran yang paling besar.

Rasa capek tidak dapat mengalahkan niat saya untuk menyantap si Durian yang saya beli malam itu, tapi sebelumnya saya makan malam dulu dengan ayam goreng yang saya beli dari seorang pedagang kaki lima yang berasal dari Myanmar dan beragama Islam. Karena dia orang Islam, tentulah dia menjual makanan halal, walaupun secara rupa, ayam gorengnya tidak menarik di mata.

Selepas bersih-bersih diri, saya segera menuju lantai dasar hostel di tempat di mana orang bisa makan makanan. Tentu saya tidak berencana memakan durian saya di dalam kamar. Karena saya berbagi kamar dengan bule-bule yang ada di Bangkok. Apa jadinya ketika kamar mereka sangat bau di malam itu akibat ulah saya dan si Durian. Selesai makan ayam goreng, saya hendak melanjutkan ke menu penutup atau dessert yaitu Durian saya. Eh tiba-tiba ada seorang bule datang dan duduk di kursi yang lumayan dekat dengan tempat saya makan. Biasa, karena saya orang Jawa, saya segera meminta ijin ke dia untuk makan Durian saya yang sudah menunggu di meja. Takutnya dia tidak bisa menerima bau Durian dan memaki-maki saya. Ternyata dia meng-iyakan atau bilang tidak apa-apa buat saya untuk memakan Durian tersebut.

Kamipun berkenalan, si bule cewek bernama Katharina dan dia dari Jerman. Dia baru tiba di Bangkok 2 hari yang lalu dengan pacarnya. Dan akan berangkat ke Thailand selatan keesokan harinya. Dia bercerita kalau dia sendiri mencoba buah aneh tersebut siang hari tadi. Dan bilang kalau dia seperti sedang memakan kaki orang yang sangat bau saat memakan buah Durian yang dia beli. Sayapun tertawa mendengarnya. Diapun segera membuang sisa durian yang masih banyak karena tidak tahan dengan bau dan rasanya. Saya segera menjelaskan ke dia bahwa sebagian orang terutama orang Indonesia, durian adalah buah dari syurga alias buah yang paling enak untuk di makan. Sedangkan sebagian yang lain, dengan baunya saja tidak bisa. Dan dia adalah termasuk orang yang tidak dapat menikmati durian itu. Karena bagi dia Durian adalah seperti kaki seseorang yang berbau busuk. Mendengar penjelasan itu saya tetap melanjutkan menikmati durian monthong yang saya beli.

Tak lama kemudian si bule cowok pacarnya datang dan berkenalan dengan saya. Dia bernama Sasha, aneh memang, kalau di Indonesia dia sudah di jadikan bumbu penyedap rasa. Dan mereka juga bilang aneh ketika orang Indonesia seperti saya bisa memiliki nama Fritz alias nama umum untuk orang Jerman. Saya bilang jika pengen tau, ya silahkan tanya bapak saya yang memberi nama saya itu. Kamipun sempat mengobrol lama tentang aktivitas kami tadi dan yang akan datang di Thailand. Segera saya memberikan Brosur promosi usaha saya di Indonesia ke mereka dengan harapan mereka akan menemui saya nanti ketika berkunjung ke Indonesia.



Oh iya, itu bukanlah terakhir kalinya saya makan Durian Monthong di Bangkok. Karena pada malam berikutnya ketika mengantar Bu Titik pulang ke hotel, beliau sempat membelikan saya sebungkus Durian di jalanan yang sama. Dan malamnya ketika berada di kamar hotel mas Mahe, kami menikmati Durian jatah mereka sehingga Durian saya masih utuh dan berada dalam tas saya dengan aman hingga terlupa. Keesokannya, karena kelaparan dan belum sarapan, karena tidak jatah sarapan untuk saya, maka Durian sayalah yang menjadi sasaran untuk di masukkan ke dalam perut kosong ini. Jadilah sarapan saya pagi itu segepok Durian Monthong, slruup... nikmaaat...
(to be cont...)
Complete Story »

Bangkok I'm in Lost part 3 - Get Lost in Bangkok

0


Get Lost In Bangkok

Sebuah kejadian yang menggelikan sempat saya alami ketika tour ke Bangkok, saya sempat nyasar ber-kilo kilo meter jauhnya. Ceritanya dimulai ketika saya hendak pergi ke First Hotel tempat Ibu-ibu menginap di Petchaburi Road. Mbak Arie bilang kalau jalan kaki bisa cepet alias gak terlalu jauh, saya waktu itu tidak setuju karena malam sebelumnya kami bertiga berjalan menuju hostel dengan jarak yang cukup lumayan jauh. Tadinya saya pengen naik taksi saja, tepi entah, tiba-tiba saya berubah fikiran dan ingin jalan saja. Keluar dari Hostel Link Corner, saya segera bergerak menuju jalan raya, eh tidak tahunya bertemu dengan  Ratchaparop Airport link, salah satu moda transportasi kereta dalam kota Bangkok selain MRT dan BTS. Sayapun segera menjejaskan kaki saya menuju Stasiun tersebut karena memang letaknya sangat dekat dengan Hostel tempat menginap. Ketika membeli tiket berupa koin plastik saya bilang ke mbak-mbak penjaga loketnya kalau saya mau ke Petchaburi Road. Mbaknya bilang saya bisa turun di Makkasan Station hanya 1 stasiun dari stasiun ini.

Wah bisa jalan sampe hotel cepet nih, fikir saya. Sampailah saya di Makkasan Station, dan segera berjalan keluar ke jalan raya. Tiba-tiba kepala saya pusing, karena bingung dan tidak mengenali jalanan tempat saya berada, walaupun ketika tanya ke seseorang di manakah Petchaburi Road dia bilang ya ini Petchaburi Road. Wah tambah bingung lagi saya, pasalnya semalam ketika berjalan suasananya tidak seperti saat ini. Sempat berfikir untuk menaiki ojek motor yang berjejer bergantian ke belakang dengan pengendaranya mengenakan rompi khas berwarna oranye. Tapi tidaklah, saya lagi pengen jalan kaki, lagian ntar tarifnya mahal lagi sedangkan First Hotel bisa jadi sudah deket tinggal jalan kaki. Dalam kebingungan itu, sayapun berusaha untuk tidak panik dan mencari akal.

Akhirnya saya menemui seorang polisi Thailand yang sedang bertugas di pertigaan jalan. Dengan ramahnya dia meladeni saya walaupun bahasa inggrisnya tidak ramah. Ketika saya tanya First Hotel Petchaburi Road, dia segera berjalan untuk menanyakan hal yang sama ke salah satu tukang ojek di pinggir jalan. Sekembalinya dari tukang ojek segera dia menjelaskan ke saya bahwa First Hotel masih jauh, saya tidak begitu percaya mengingat review tentang orang Bangkok yang suka menipu di buku-buku, kemudian saya bertanya ke dia arahnya kemana. Dia segera menunjukkan arah ke saya dengan bahasa isyarat tangan yang mengarah ke kanan alias belok kanan di depan, tapi anehnya dia bilang “you go, and turn left”. Loh yang bener yang mana nih, kanan atau left, aduh saya jadi tambah pusing. Lebih aneh lagi saya percaya ke kanan tapi bukan yang dia maksud, saya mengertinya kalau saya harus berjalan mengikuti jalan yang searah rel kereta, sedangkan saya ingat bahwa kami melalui atau menyeberang rel kereta tadi malam bukan jalan yang sejajar rel kereta. Mungkin gara-gara panik, jadinya saya sedikit stupid waktu itu.

Kemudian bapak polisinya menawari saya untuk naik ojek dengan tarif 20 bath, saya segera menolak dan bilang saya pengen jalan kaki, sekali lagi dia mengingatkan kealau masih jauh, “It’s Okay” kata saya. “Ngapain bayar ojek kalau ternyata deket bisa jalan kaki” fikir saya. Akhirnya dengan pedenya saya melanjutkan perjalanan, pertama saya menyeberang jalan hendak berjalan ke jalanan yang searah rel kereta api. Kemudian saya jadi ragu dan kembali lagi ke perempatan jalan dan berjalan ke pinggiran jalan besar yang katanya Petchaburi Road itu. Lurus saya berjalan tanpa belok, karena yakin nanti di ujung jalan pasti nemu First Hotel.

Kira-kira sudah setengah jam saya berjalan, tapi kok gak kelihatan hotel yang saya maksud, ya sudahlah mungkin memang sedikit lebih jauh jalannya. Kemudian saya segera melihat-lihat sekitaran jalan, sejenak berfikir dan “loh kok banyak gedung-gedung tinggi banget ya... perasaan tadi malam gak setinggi itu gedung-gedung di sekitar hotelnya” gumam saya. “Ah pasti masih di depan sana lagi” tambah saya. Terus berjalan tanpa henti dan kira-kira sudah satu jam saya berjalan dan tidak menemukan ujung jalan maupun hotel yang saya maksud. Tiba-tiba setelah sampai ujung, saya menoleh ke kanan dan Oh My GOD... kok itu gedung Terminal 21 mall, waduh... sepertinya saya salah jalan dan pastinya sudah tersesat sangat jauh. Seingat saya, Terminal 21 Mall bukanlah di area hotel, bahkan sudah dalam distrik yang berbeda dari tempat hotel berada. Stupidnya lagi, saya baru sadar setelah berjalan sekitar 1 jam bahwa saya sedang tersesat. Jadi pengen teriak rasanya “Bangkok I’m in Loooost...” sial.

Karena kebingungan saya segera cari target orang untuk bertanya, ketemulah dengan satpam Mall di pinggir jalan dan menanyakan di mana Petchaburi Road berada. Dia menyarankan kepada saya dengan bahasa Thai dan bahasa tubuh untuk naik MRT di Sukhumvit MRT Station. Okeee... saya segera menuju Sukhmvit MRT Station. Sesampainya di area beli tiket, saya melihat banyak sekali orang mengantre membeli tiket, juga ada yang sedang mengantre ke mesin beli tiket otomatis. Saya jadi teringat waktu membeli tiket kereta LRT di Kuala Lumpur. Karena memang antrian di mesin tersebut lebih pendek dan lebih cepet. Saya segera memutuskan untuk antri di mesin tersebut. Sesampainya saya di barisan paling depan segera tangan saya secara otomatis maju untuk memencet screen yang ada di mesin. Tapi tiba-tiba tangan ini terhenti, lantaran bahasa dan tulisan di screen tersebut menggunakan huruf Kriting khas Thailand, WTF#$@%.... Ah sia-sia saya mengantri ini, karena tidak mengerti saya segera meninggalkan mesin biadab tersebut dan mulai mengantri di loket tiket normal.

Masuklah saya ke dalam MRT menuju Petchaburi MRT Station. Di dalam kereta saya mbatin “wah jangan-jangan stasiun yang di maksud adalah stasiun yang sama yang saya tadi berhenti”. Kemudian sesampainya di Petchaburi Station saya segera keluar mengikut alur jalan orang-orang yang lain. Kemudian saya berjalan menaiki tangga keluar dan wow... ternyata fikiran saya benar, ini adalah tempat saya keluar kereta Airport link tadi alias mbalik awal atau “balik kucing”. Dengan muka malu saya mendatangi bapak polisi yang sama dan bilang “I’m sorry I’m lost...”. Dengan baik hati si bapak polisi tadi memanggil tukang ojek untuk mengantarkan saya ke First Hotel di Petchaburi Road. Kali ini tarifnya 60 bath, perjalanan yang stupid.

FYI ketika saya memutuskan menaiki kereta Airport Link di Ratchaparop Station ke Makkasan Station, adalah sebuah kesalahan besar. Karena menuju Makkasan Station bukannya mendekat ke arah hotel tapi malah menjauh dari letak hotel berada. Sukhumvit MRT Station atau Terminal 21 Mall terletak di Distrik Sukhumvit sedangkan First Hotel di Petchaburi Road terletak di Pratunam District. Baru ketahuan setelah saya melihat peta kota Bangkok saat menulis tulisan ini.
(to be cont...)
Complete Story »

Recent Comments