Tempat-tempat
Wisata di Bangkok
Sebenarnya tempat-tempat
wisata di Bangkok tidak begitu istimewa, tetapi yang istimewa adalah bagaimana
pemerintah Thailand dapat menyelenggarakan sistem atau manajemen pariwisata di
Negeri Gajah Putih tersebut dengan apik dan tertata sedemikian rupa. Hal itu
adalah salah satu aspek yang membuat saya salut terhadap pemerintah Thailand,
yang dapat membuat negerinya sebagai destinasi wisata nomor wahid di Asia untuk
saat ini dan saat-saat sebelumnya yang cukup lama. Saya sendiri berharap wisata
Indonesia yang memiliki potensi begitu besar dapat menyaingi ketenaran wisata
Thailand di kemudian hari.
Sebut saja Grand Palace atau
Wat Phra Kew yang begitu tersohor keseluruh penjuru dunia, hingga membuat image
bahwa akan terasa belum pernah ke Bangkok jika belum mengunjungi situs warisan
budaya tersebut. Wat Phra Kew atau Grand Palace atau kompleks Istana Kerajaan
Thailand adalah sebuah situs sejarah yang dibangun seiring berdirinya Kerajaan
Thailand di dibawah rajanya yang pertama yaitu Raja Rama I sebagai pendiri
Dinasty Chakri. Kompleks Istana ini mulai di bangun pada tahun 1782 yang berisi
Istana kerajaan dan kompleks peribadatan agama Budha yang lumayan megah dan
mencakup luas beberapa hektar dan dikelilingi tembok yang besar dan tinggi.
Dalam perkembangannya, kompleks istana ini tidak terhenti di bangun pada masa
Raja Rama I saja, akan tetapi pembangunannya dan perluasan serta penambahan
bangunan di teruskan oleh para Raja Thailand penggantinya. Bahkan hingga saat
ini pembangunan dan renovasi masih terus berjalan, seperti yang saya sendiri
lihat saat saya mengunjunginya.
Hanya saja kompleks istana
tersebut sudah tidak di tinggali oleh keluarga kerajaan lagi, karena keluarga
kerajaan Thailand sudah berpindah tempat di kompleks istana di Distrik Dusit.
Sehingga fungsi Grand Palace saat ini lebih ke sebagai tujuan wisata dan tempat
diselenggarakannya acara seremonial kerajaan saja. Walaupun tiket masuk lumayan
mahal yaitu sekarang sebesar 500THB, namun pengunjung Grand Palace seperti
tiada habisnya setiap hari. Mulai dari turis-turis bule barat hingga
turis-turis dari negeri Tiongkok selalu memadati tempat wisata ini. Tak
ketinggalan turis dari negeri sendiri yang ikut “njlentrek ting telecek” gak
karuan di tempat tersebut, hingga membuat bahasa Indonesia dapat mudah di
dengar di berbagai sudut Grand Palace.
Grand Palace ini terletak di
distrik Rattanakosin Island yang masih dekat dengan tempat-tempat wisata
terkenal di Bangkok lainnya seperti Wat Pho atau kuil di mana patung Budha “Leyeh-leyeh”
raksasa berada, yang dalam bahasa Inggrisnya disebut Reclining Budha. Kemudian
pas nyeberang sungai Chao Phraya kita dapat menemukan Wat Arun, Kuil Budha
tertua yang dihias berbagai macam kerang-kerangan dan porselen berwarna-warni
yang biasa disebut Temple of Dawn atau “Kuil Matahari Surup”, surup adalah
sebutan untuk matahari tenggelam dalam budaya Jawa.
Inilah yang saya maksud tidak
terlalu istimewa, karena tujuan wisata di Bangkok khususnya wisata tempat
bersejarah, ternyata tidak terlalu tua alias berumur hanya sekitar 200 tahun
saja. Di Indonesia, banyak candi-candi yang memiliki nilai sejarah lebih tinggi
dan berumur ribuan tahun, jika dibandingkan yang ada di Thailand, yang
sebenarnya lebih megah dan lebih istimewa dilihat dari segi besaran dan
arsitekturnya serta bahan pembuatnya. Hanya saja, pemerintah dan masyarakat
Indonesia kurang maksimal dalam memperkenalkan aset warisan leluhurnya kepada
dunia, dan sudah cukup merasa puas dengan title Warisan Dunianya versi UNESCO
untuk beberapa candi yang ada.
Tapi ya sudahlah, saya tidak
mau membahas itu lebih lanjut, biar masing-masing dari kita bisa menyadarinya
dan berbuat sesuatu di kemudian hari. Ada kisah menarik ketika saya dan para
Ibu-ibu perias berkunjung di Grand Palace. Lantaran berbagai informasi di buku
dan mbak Arie yang mengilustrasikan kondisi Grand Palace begitu berbahayanya,
maksud saya di situ banyak dan sering terjadi penipuan kepada para turis asing.
Maka sayapun bersiap siaga serta waspada penuh ketika berada di sana. Ceritanya
saya dan para Ibu sudah di turunkan di pintu gerbang utama Grand Palace dimana
ramai turis yang keluar-masuk pintu tersebut dan di depan sebelah kiri dan
kanan gerbang ada pos penjaga berwarna hijau khas tentara. Lantaran semua
syarat seperti yang di ungkap mbak Arie tidak terpenuhi, maka saya berasumsi
bahwa itu bukanlah pintu utama. FYI beberapa syaratnya adalah sebagai berikut:
1.
Pintu gerbang ramai pengunjung keluar-masuk,
(terpenuhi).
2.
Pintu gerbang lebih besar dari pintu lainnya di
sekeliling Grand Palace, (tidak terpenuhi).
3.
Terdapat tulisan open daily dari jam sekian
hingga jam sekian yang besar di atap pintu gerbang, (tidak terpenuhi).
4.
Bentuk pintu gerbang utama berbeda dari pintu
gerbang lainnya, (tidak terpenuhi).
Dari semua syarat pintu gerbang
utama tersebut, hanya satu saja yang terpenuhi, sehingga saya berasumsi itu
bukanlah pintu gerbang yang sebenarnya, waktu itu saya pikir itu adalah pintu
keluar, dan membuat saya memutuskan untuk jalan bersama para Ibu mengelilingi
tembok Grand Palace demi mencari pintu gerbang yang sesungguhnya. Yang
stupidnya lagi, kami, atau lebih tepatnya saya, baru menyadari kalau pintu
gerbang tadi adalah pintu masuk yang sesungguhnya setelah kami berhasil
berjalan mengelilingi separuh kotak tembok Grand Palace. Masih waspada ternyata
tetep juga salah hehe... Untungnya di seberang jalan sudah terlihat Wat Pho
dengan indahnya, demi menutupi kebodohan saya, maka sayapun menyarankan pada
para peserta tour untuk mengunjungi kuil Budha Leyeh-leyeh tersebut.
Setelah bosan dengan Wat Pho dan
Budha tidurnya, kami segera berangkat menuju gerbang Grand Palace tadi
mengendarai Tuk-tuk, moda transportasi khas Thailand. Tidaklah membutuhkan
waktu cukup lama untuk berkeliling di dalam Grand Palace, karena kegiatan kami
hanya berfoto dan berfoto saja. Saya sengaja tidak mendeskripsikan bagaimana
bentuk dan rupa Grand Palace karena uraian tersebut dapat di baca di berbagai
tulisan yang lain baik dari buku maupun sumber internet. Yang saya mau tekankan
di sini adalah, betapa panasnya suhu udara di areal Grand Palace waktu itu.
Hingga membuat kepala botak saya terasa terbakar dan memerah seperti merahnya
bata waktu di bakar api dalam sekam, halah gak penting...
Atraksi menarik lainnya yang
ada di Bangkok adalah wisata belanjanya, yap... Thailand sangat terkenal dengan
wisata belanja murahnya. Hal ini tentunya tidak dapat terlewatkan oleh para Ibu
peserta tour, begitu juga dengan saya. Tapi tidak semua tempat belanja
menawarkan harga yang sama murahnya. Seperti ketika di Platinum Mall, rata-rata
barang dagangan disini di jual lebih mahal di banding tempat lainnya. Meskipun
image mall tersebut sebagai mall dengan harga grosir, hal itu tidak serta merta
menjadikan harga barang di mall tersebut lebih murah dari tempat lainnya.
Karena yang saya dapati ketika berjalan di trotoar daerah Pratunam, harga
barang yang sama di jual jauh lebih murah oleh para pedagang pinggir jalan di
daerah tersebut. Begitu juga di Mall Mah Boon Krong atau terkenal dengan
sebutan MBK. Disini benar-benar surganya belanja bagi orang Indonesia. Karena
kios-kios dagangan souvenir di lantai 6 menjajakan barang dagangannya jauh
lebih murah di banding di tempat belanja lainnya. Bahkan jika dbandingkan
dengan harga souvenir di pasar Chatucak, yang terkenal dengan pasar weekend
terbesar di Bangkok, bahkan di Thailand. Karena mencakup luas areal beberapa
belas hektar dan memiliki kios dagangan lebih dari 15 ribu kios.
Itulah sedikit review tentang
wisata di Thailand, khususnya di Bangkok. Semoga bermanfaat untuk kita semua
baik ketika di dunia maupun di akherat kelak, amiin. Masih banyak aspek
perjalanan saya di Bangkok yang mungkin terlewatkan untuk saya jelaskan disini,
yang bisa anda semua dapatkan di referensi perjalanan yang lain. Jika di review
perjalanan lain mungkin sangat menyanjung dan melebihkan wisata Bangkok, saya
justru sebaliknya dan melihatnya biasa-biasa saja. Karena bagi saya banyak
wisata di negeri sendiri yang jauh lebih bagus dan lebih layak untuk di
kunjungi dan terkenal ke seluruh penjuru dunia, tau kenapa? Ya karena saya
lebih mencintai negeri sendiri, Indonesia Jayati, Indonesia Raya, MERDEKA...
[...fin...]
No comments:
Post a Comment